Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan enam kebijakan yang baru diterbitkannya bersamaan dengan dirilisnya paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid III.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Darmansyah Hadad menjelaskan, kebijakan pertama adalah relaksasi bisnis penitipan dan pengelolaan valuta asing (
Trust) di perbankan, baik yang dilakukan oleh bank nasional maupun bank asing. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pasokan valas ke dalam negeri sehingga bisa memperkuat mata uang rupiah.
"Ada beberapa inisiatif terkait hal ini, pertama jumlah bank diperluas, tidak terbatas hanya beberapa bank saja. Kedua, persyaratannya disederhanakan," ujarnya di kantor Kepresidenan, Rabu (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Muliaman, selama ini hanya bank-bank dengan kapasitas tertentu dan memenuhi persyaratan ketat yang diizinkan melayani penitipan valas. Karenanya, OJK memutuskan untuk melonggarkan aturan soal bisnis penitipan valas itu, terutama menyangkut syarat kecukupan modal (CAR).
Kebijakan kedua, lanjut Muliaman, OJK meluncurkan skema asuransi pertanian, dimana 80 persen preminya ditanggung pemerintah dan 20 persen dibebankan ke petani. Fasilitas asuransi ini bertujuan untuk memberikan jaminan sekaligus menghindari petani dari risiko kerugian akibat ketidakpastian cuaca dan ekonomi pada saat ini.
"Jadi misal preminya Rp180 ribu per hektar, pemerintah membayar Rp150 ribu dan sisanya Rp30 ribu jadi beban petani. Dan ini untuk 6 juta hektar lahan pertanian," jelasnya.
Dalam perencanaan kebijakan, jelas Muliaman, OJK bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN. Sementara dalam praktiknya, OJK melibatkan konsorsium perusahaan asuransi yang dipimpin oleh BUMN asuransi.
"Dengan begitu petani juga akan menjadi bankable karena ketika dia tidak bisa bayar kredit ada yang menanggung," tuturnya.
Paket ketiga yang dirilis OJK adalah revitalisasi dan perluasan kelembagaan industri modal ventura dalam rangka meningkatkan akses permodalan bagi pengusaha pemula (startup) dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Salah satu kebijakan yang diambil OJK adalah melakukan perluasan sumber pendanaan sesuai dengan karakter bisnis modal ventura. Dia menerangkan, selama ini sumber pendanaan industri modal ventura berasal dari perbankan atau lembaga lain sehingga kerap terjadi ketidakcocokan ketika badan usaha melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
Hal ini, kata Muliaman, mengurangi keleluasaan industri dalam memberikan pembiayaan bagi pengusaha pemula (start up) yang belum bisa memberikan keuntungan pada masa awal.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut, akan dibentuk pengelolaan dana melalui venture fund oleh perusahaan modal ventura," tuturnya.
Selanjutnya, Muliaman mengatakan OJK memperluas kegiatan usaha industri modal ventura dengan mengizinkan badan usaha berstatus persekutuan komanditer atau CV (ommanditaire vennootschap) menjalankan bisnis ini.
"Sebelumnya modal ventura hanya boleh dilakukan oleh badan usaha berstatus PT (perseroan terbuka) dan koperasi," katanya.
Keempat, OJK membentuk konsorsium pembiayaan industri berorientasi ekspor dan ekonomi kreatif serta UKM dan koperasi.
"Intinya kita gabungkan potensi yang ada di berbagai industri pembiayaan dan penjaminan kredit. Kita pertemukan dan kita dorong mengidentifikasikan potensi yang ada di bidang kreatif," ujar Muliaman.
Kelima, OJK bersama Kementerian Keuangan melakukan pemberdayaan terhadap Lembaga Pembiayaan Ekspor. Indonesia (LPEI). OJK akan mengubah aturan LPEI guna memaksimalkan pengembangan pembiayaan ekspor.
"Tadinya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ini adalah Bank Ekspor Indonesia. Masalahnya di aturan. Lembaga berubah, tapi aturan masih bank. Nanti akan diubah dasar peraturan operasional. Misalkan saja tentang permodalan jadi
gearing ratio dan lain-lain," tutur Muliaman.
Keenam, implementasi konsep proyek tunggal (one project concept) dalam menentukan kualitas kredit. Dalam rangka menerapkan risiko, Muliamah menegaskan ada pemisahan arus kas untuk penetapan kualitas kredit kepada beberapa debitur.
"Jadi, kalau project jelas bisa dipisahkan (kualitas kredit) dari kinerja grup secara keseluruhan. Ini nantinya bisa mengantisipasi pembiayaan yang dibutuhkan," tuturnya.
(ags)