Jakarta, CNN Indonesia -- Bisnis asuransi syariah di Indonesia dinilai memiliki potensi yang bagus untuk berkembang. Namun, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) membutuhkan dorongan kebijakan dari pemerintah untuk dapat membantu perusahaan-perusahaan anggotanya dalam memperoleh pangsa pasar yang lebih besar lagi di tanah air.
Ketua AASI Adi Pramana mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia sudah mempunyai sistem perlindungan dari budaya yang dimilikinya.
“Masyarakat Indonesia dikenal saling menolong satu-sama-lain (
ta’awun) dan saling melindungi (
takafuli), saat ada rekan atau kerabat yang mengalami musibah atau malapetaka. Semua pihak terbukti diuntungkan dalam sistem ini. Hal ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem ekonomi syariah, termasuk asuransi syariah,” kata Adi melalui keterangan pers, Jumat (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prinsip tersebut menurut Adi ada di dalam asuransi syariah yang mengedepankan kegiatan saling tolong menolong dan saling melindungi di antara sesama peserta. Prinsip tersebut menurut Adi merupakan sistem yang tahan goncangan di tengah perlambatan ekonomi seperti saat ini.
Ia menjelaskan semua pihak yang terlibat di dalam asuransi syariah mendapatkan keuntungannya masing-masing. Bagi pelaku asuransi syariah keuntungan diperoleh dengan memperoleh bagian atas pengelolaan bisnisnya (
ujrah pengelola). Pihak perantara yang terlibat dalam proses transaksi syariah berhak atas ujrah (
fee, brokerage, commission) dari jerih payahnya.
“Selain mendapatkan perlindungan, Peserta pun memperoleh bagian atas keuntungan apabila transaksi tersebut memberikan nilai lebih. Bahkan, mereka yang tidak terlibat dalam transaksi bisnis syariah pun bisa merasakan manfaat dari transaksi non-ribawi ini dalam bentuk zakat, infak, shaqadah atau jariyah,” jelasnya.
Ely Aswita, Chairman of Media Relation, Education and Socialization AASI menambahkan dengan besaran premi atau kontribusi tidak lebih dari Rp 50 ribu per tahun, peserta asuransi syariah bisa memperoleh beragam pilihan manfaat sesuai dengan produk yang dikeluarkan.
“Jika masanya telah habis masyarakat dapat memperpanjang dengan melakukan pengajuan kembali. Polis disusun secara ringkas dan tidak menimbulkan multi tafsir, dokumen klaim terdiri tidak lebih dari empat dokumen dan bisa diproses dalam 10 hari kerja,” ujarnya.
Butuh DoronganAdi mengakui saat ini belum ada lembaga keuangan syariah yang dimiliki oleh pemerintah. Kalaupun ada, unit syariah atau lembaga keuangan syariah merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Seandainya saja, pemerintah dengan political will yang dimilikinya, sedikit mengarahkan agar BUMN mengembangkan ekonomi syariahnya tentu sistem ekonomi kerakyatan ini akan cepat maju,” ujarnya.
Ia menambahkan, bentuk lain political will yang bisa digerakkan oleh pemerintah adalah
social responsible investment (SRI) untuk diterapkan kepada seluruh pelaku perasuransian syariah. Selain
corporate social responsibility (CSR), SRI akan sangat membantu para pelaku usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM).
(gen)