Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengaku telah melakukan komunikasi yang intens dengan Freeport Indonesia menyusul rencana manajemen yang akan menanamkan investasi sebesar US$ 18 miliar untuk pengembangan kegiatan tambang bawah tanah atau underground mining serta pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Yang menarik, di dalam komunikasinya Sudirman berkilah tak pernah membahas adanya jaminan hukum mengenai perpanjangan kontrak yang sebelumnya telah sering disinggung oleh manajemen Freeport untuk melanggengkan investasinya di Indonesia.
Padahal dalam keterangan resmi Freeport McMoran selaku induk usaha Freeport Indonesia, manajemen perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut mengklaim telah mengantongi lampu hijau dari Menteri ESDM menyoal kelanjutan operasi pasca habisnya kontrak pada 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya telah kirim surat kepada PTFI dengan arahan pak Presiden yang isinya nggak ada risiko hukum dan politik. Tidak ada pelanggaran hukum, nggak ada perpanjangan kontrak. Tapi perumusan itu menjadi solusi bagi persiapan dalam investasi Freeport dalam jangka panjang,” kata Sudirman di Jakarta, Senin (12/10).
Asal tahu, pernyataan Sudirman ihwal tak adanya bahasan mengenai jaminan perpanjangan kontrak tadi juga terasa berseberangan dengan keterangan resmi yang dirilis jajaran Kementerian ESDM pada Jumat malam (9/10).
Dalam keterangan resminya, pemerintah menyatakan bakal menyetujui proposal perpanjangan kegiatan operasi Freeport pasca berakhirnya Kontrak Karya pertambangan pada 2021.
Dan untuk memuluskan rencana tersebnut Pemerintah akan mengubah sejumlah beleid meliputi Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan PP No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, berikut memberi kepastian hukum dan fiskal yang terdapat pada Kontrak Karya (KK).
Seakan meluruskan keterangan resminya, Sudirman menegaskan bahwa dirinya belum memutuskan perpanjangan Freeport.
“Kesepakatan antara Freeport dan pemerintah adalah kesepakatan strategis yang merupakan
mutual respect, baik Freeport sebagai pelaku usaha maupun pemerintah sebagai regulator,” katanya.
Berangkat dari hal tersebut, ia pun meminta sejumlah pihak untuk tidak menyalah-artikan pernyataannya terkait isu perpanjangan kontrak Freeport.
“Para pihak yang tidak paham, harap menghentikan spekulasi tentang perpanjangan kontrak karena itu sama sekali tidak benar,” tandasnya.
Di kesempatan berbeda, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menyesalkan sikap Menteri Sudirman yang mengisyaratkan bakal mengakomodir keberlangsungan investasi Freeport Indonesia pasca habisnya tenor kontrak perusahaan pada 2021.
Bahkan, Rizal menyebut Sudirman telah melampui kewenangannya sebagai Menteri karena dengan sikap yang ia tunjukkan berpotensi melanggar Undang-Undang Minerba dan PP 77/2014 lantaran pengajuan perpanjangan izin yang baru bisa diajukan dua tahun sebelum berakhirnya kontrak.
"Jadi bapak Menteri ESDM ini, mohon maaf, keblinger. Seenak-enaknya. Saya enggak mengerti kenapa dia begitu ngototnya, begitu ngeyelnya untuk membela Freeport," kata Rizal saat ditemui di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (12/10).
Kerek Harga SahamDi tengah memanasnya polemik mengenai perpanjangan operasi Freeport, harga saham Freeport McMoran (FCX) menunjukkan eskalasi yang signifikan dalam satu pekan terakhir.
Dari catatan
CNN Indonesia, saat ini harga saham FCX berada di posisi US$ 13,94 per lembar, naik 40,6 persen sejak awal Oktober 2015 di level US$ 9,91 per lembar.
Disinyalir kuat, adanya penaikan harga saham FCX tak lepas dari adanya sejumlah pemegang saham yang memanfaatkan informasi menyoal kepastian perpanjangan operasi Freeport Indonesia sebagai katalis dalam menilai faktor fundamental kinerja perseroan ke depan.
Hal ini mengingat kontribusi pendapatan dari penjualan emas dan tembaga dari tambang Grasberg di Papua pada Semester I lalu menyumbang 19,6 persen dari total pendapatan perseroan.
"Umumnya mereka (pemegang saham) memanfaatkan informasi yang belum beredar di media seperti perpanjangan kontrak Freeport Indonesia untuk mengoleksi saham FCX sebanyak-banyak. Setelah dinilai harga telah melampui harga wajar, pastinya mereka akan melepas atau profit taking. Dan Saya meyakini dalam kasus ini ada bandarnya," jelas Kiswoyo Adi Joe, analis PT Investa Saran Mandiri.
(gir/gir)