Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal memangkas margin
trader (pedagang) gas yang tidak memiliki infrastruktur. Pemerintah akan meninjau ulang seluruh kontrak jual-beli gas yang melibatkan pedagang tanpa infrastruktur, demi menekan harga gas untuk keperluan industri nasional.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menyebut upaya tersebut menjadi bagian dari rencana pemerintah menekan harga jual gas bumi untuk keperluan domestik mulai 1 Januari 2016.
“Dari sisi distribusi dan hilir, kami sedang melakukan kajian dan menyisir satu per satu bagaimana bisa menurunkan harganya. Kami akan atur margin untuk
trader gas yang tidak memiliki fasilitas. Kemudian mengatur
internal rate of return (IRR) gas bumi bagi perusahaan yang punya fasilitas,” kata Wiratmaja di Jakarta, Kamis (8/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di sisi hulu, pria yang kerap disapa Wirat tersebut menjelaskan penurunan harga gas akan dilakukan untuk yang sebelumnya memiliki kontrak penjualan senilai US$ 6-US$ 8 per MMBTU dan yang di atas US$ 8 per MMBTU.
“Untuk yang harganya US$ 6-US$ 8 per MMBTU akan diturunkan sampai US$ 1 per MMBTU atau 16,7 persen menjadi minimal US$ 6. Kemudian yang diatas US$ 8 akan diberi pengurangan US$ 1-US$ 2 per MMBTU atau 25 persen. Meskipun penerimaan negara di sektor hulu gas akan berkurang,” kata Wiratmaja.
Wiratmaja menyebut kebijakan penurunan harga gas akan memangkas penerimaan negara bukan pajak dari sektor hulu migas sebesar Rp 6 triliun-Rp 13 triliun. Namun, pemerintah berharap bisa mengantongi Pajak Penghasilan (PPh) dari pelaku industri yang bakal meningkat penjualannya sebesar Rp 12 triliun-Rp 24 triliun, serta efek domino dari peningkatan produksi industri nasional Rp 68 triliun-Rp 130 triliun.
Lebih lanjut, profesor dari Institut Teknologi Bandung tersebut menjelaskan pemerintah bisa memangkas harga gas karena masih memiliki ruang untuk melakukan hal tersebut demi menggenjot kinerja industri nasional.
“Gas kita kan ada yang diekspor, untuk listrik, pupuk, industri, dan transportasi. Kita lihat mana yang bisa dihemat, apakah dari sisi KKKS, perjanjian jual beli gas yang ada,
trader yang berlapis, atau mekanisme lain. Intinya bagaimana membuat tata kelola gas lebih efisien,” ungkapnya.
Menteri ESDM Sudirman Said menambahkan, pemerintah saat ini mencatat ada 74 perusahaan
trader gas yang beroperasi di Indonesia.
“Dari jumlah tersebut, hanya 13 perusahaan yang punya infrastruktur selebihnya tidak. Kami harus mencermati ini supaya pasar lebih sehat dan harga lebih transparan,” kata Sudirman.
(gen)