Ada 'Pemain' Dalam Divestasi Saham Freeport?

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Selasa, 13 Okt 2015 18:36 WIB
"Saya lihat ini bukan tidak ada duit, tapi tidak niat dan sangat aneh. Saham Freeport itu likuid sekali," ujar Direktur Cirrus.
Pekerja menyusuri tunnel tambang bawah tanah DOZ PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Selasa (19/8). (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI) menegaskan belum akan menawarkan sahamnya pada esok hari meskipun Rabu (14/10) merupakan hari perdana dari dimulainya mekanisme penawaran saham perseroan tahap kedua.

Riza Pratama, Juru Bicara Freeport Indonesia mengatakan, putusan ini diambil lantaran pihaknya masih menunggu komitmen pemerintah dalam hal Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said yang sebelumnya menjanjikan bakal merevisi sejumlah peraturan mengenai kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.

"Kami masih menunggu konstruksi hukum dan mekanisme yang jelas,' ujar Riza kepada CNN Indonesia, Selasa (13/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambagan Mineral dan Batubara Freeport Indonesia diwajibkan melepas sahamnya sebesar 30 persen karena perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini memiliki kegiatan pertambangan yang dikategorikan ke dalam tambang bawah tanah (underground mining).

Lantaran pemerintah telah mengempit 9,36 persen, itu artinya manajemen Freeport masih diharuskan melepas sahamnya sebesar 20,64 persen. Namun pada tahapan kali ini, manajemen akan lebih dulu diwajibkan melepas sahamnya sebesar 10,64 persen, disusul 10 persen berikutnya pada 5 tahun mendatang.

Yang menarik, meski telah termaktub jelas di dalam PP 77/2014 manajemen Freeport tak mengakui aturan dan mekanisme tersebut.

"Aturan ini tidak ideal bagi investor tambang," tegas Riza.

Ada Permainan?

Menyusul kian dekatnya mekanisme penawaran saham Freeport tahap kedua, pemerintah melalui jajaran Kementerian Keuangan mengisyaratkan tak akan membeli saham perseroan.

Padahal dalam PP 77/2014 pemerintah mendapat prioritas untuk menjadi pihak pertama yang akan mendapat penawaran dari manajemen disusul Badan usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha swasta.

"Belum dianggarkan karena ide ini baru muncul dan belum sempat muncul sebelumnya. Di rencana kita belum ada," tutur Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani beberapa waktu lalu.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus), Budi Santoso menduga terdapat sejumlah skenario di balik pernyataan pemerintah yang sampai saat ini diketahui belum menyiapkan dana untuk mengakuisisi saham Freeport.

Padahal menurut Budi, dengan menambah prosentase kepemilikan saham Freeport pemerintah akan memiliki posisi yang lebih kuat karena mampu memberikan masukan kepada manajemen.

Di samping itu, pemerintah juga akan memperoleh pemasukan dari pembagian dividen lantaran laba bersih Freeport tiap tahunnya ditaksir US$ 1,5 miliar pasca pengembangan usaha pertambangan bawah tanah.

"Saya lihat ini bukan tidak ada duit, tapi tidak niat dan sangat aneh. Saham Freeport itu likuid sekali. Jadi kalau pemerintah tak mau beli, saya menduga ini ada permainan. Ada pihak yang mau jadi penadah," katanya.

Meski enggan merinci dugaannya, Budi meyakini bahwa di dalam mekanisme divestasi hingga polemik pemberian izin operasi Freeport pasca 2021 yang memanas belakangan ini sangat dipolitasasi.

"Saya dengar dari seorang kawan bahwa Pak Luhut (Menkopolhukam) pernah bilang Freeport harus diambil alih pemerintah. Tapi kenapa ujung-ujungnya pemerintah malah bilang tidak punya uang dan mendorong IPO. Siapa mereka? Saya menduga penadahnya itu adalah mereka yang pernah bilang mau bangun smelter tembaga yang berharap bahan bakunya dipasok dari Freeport," tandas Budi. (gir/gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER