Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mempertanyakan komitmen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah dalam merumuskan kebijakan anggaran negara yang berpihak pada rakyat.
Pasalnya, di tengah semangat mendorong dana aspirasi dan meningkatkan porsi Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN, alokasi anggaran belanja sosial dan subsidi justru dipangkas pada tahun depan.
"Padahal, seharusnya DPR dan pemerintah fokus pada pembahasan anggaran yang pro rakyat," ujar Apung Widadi, Koordinator Advokasi Fitra melalui keterangan tertulis, Kamis (29/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, alokasi belanja negara diusulkan sebesar Rp 2.121,3 triliun, naik Rp 137 triliun dibandingkan pagu tahun ini yang sebesar Rp 1.984,1 triliun.
Namun, Fitra menyoroti porsi kenaikan anggaran yang justru lebih dititikberatkan pada belanja kementerian dan lembaga (K/L). Sementara alokasi anggaran pada fungsi kesehatan justru direncanakan turun sebesar 22,8 persen, yakni dari 24,2 triliun di APBNP 2015 menjadi Rp 18,68 triliun.
"Alokasi ini diklaim telah memenuhi amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur bahwa alokasi anggaran kesehatan adalah sebesar 5 persen dari belanja negara. Padahal realitanya, anggaran kesehatan belum sesuai dengan amanat konstitusi," kata Apung.
Sementara subsidi, lanjut Apung, alokasi anggarannya semakin menyusut. Anggaran belanja subsidi dalam RAPBN 2016 direncanakan sebesar Rp 201,36 triliun, turun Rp 10,7 triliun dibandingkan dengan pagu tahun ini Rp 212,1 triliun.
Sebagian besar anggaran tersebut akan dialokasikan untuk subsidi energi sebesar Rp 120,95 triliun, yang terbagi atas subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp 70,95 trilin dan subsidi listrik sebesar Rp 50 triliun.
Dalam pembahasan terakhir antara pemerintah dan Badan Anggaran DPR pada Kamis (15/10), alokasi subsidi energi disepakati sebesar Rp 102 triliun atau berkurang hampir Rp 19 triliun dari usulan awal pemerintah. Berdasarkan peruntukannya, target subsidi BBM disepakati dipangkas sebesar Rp 7,2 triliun, sedangkan subsidi listrik dikurangi Rp 11,7 triliun.
Di sisi lain, lanjut Apung, defisit fiskal selalu membengkak akibat penarikan utang yang semakin meningkat. Defisit RAPBN 2016 diusulkan sebesar Rp 273 triliun (2,1 persen PDB), naik Rp 55 triliun dibandingkan dengan target tahun ini Rp 222 triliun (1,9 persen PDB).
Fitra menilai ada kepentingan politik yang menyandera pembahasan RAPBN 2016 di parlemen. Hal ini yang menyebabkan jadwal pengesahannya tertunda hingga hari ini.
Untuk itu, Apung mengatakan, Fitra mendesak pemerintah dan DPR fokus pada politik anggaran yang berpihak pada rakyat, bukan kepentingan golongan tertentu. Menurutnya, postur dan alokasi anggaran untuk kesehatan, dana desa dan peningkatan kesejahteraan rakyat harus ditingkatkan.
"Dana Alokasi Khusus (DAK) jangan ditunggangi kepentingan partai dalam alokasi dan pencairan, tetapi harus objektif sesuai kebutuhan daerah," kata Apung.
Selain itu, Apung menambahkan, DPR dan pemerintah harus segera mengesahkan APBN 2016 agar tidak terjadi ruang transaksional yang lebih koruptif.
(ags/gen)