Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunda penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Dari masa berlaku efektif yang ditargetkan bisa dimulai pada 1 November 2015, Kementerian yang dipimpin oleh Thomas Trikasih Lembong itu menunda pelaksanaan aturan tersebut menjadi 1 Januari 2016.
“Permendag (87/2015) itu ditunda pelaksanaannya sampai 1 Januari 2016,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Luar Negeri Kemendag, Karyanto Suprih, kala ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (30/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karyanto menuturkan, aturan mengenai masa berlaku efektif pelaksaanaan Permendag 87/2015 sudah ditandatangani Menteri Thomas beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, Kemendag juga telah mengirimkan surat bernomor 1827/Daglu/SD/10/2015 kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai terkait penundaaan pelaksanaan aturan tersebut sejak Kamis (29/10) kemarin.
Berdasarkan isi surat yang ditandatangani pada 15 Oktober 2015 lalu itu, penundaan pelaksanaan Permedag 87/2015 dilakukan menyusul kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang berpotensi menganggu efektivitas dari pelaksanaan Permendag tersebut.
“Sambil menunggu revisi Permendag dimaksud, mohon bantuan Saudara (Dirjen Bea dan Cukai) untuk tidak terlebih dahulu menerapkan ketentuan Permendag NO. 87/M-Dag/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu pada sistem kepabeanan pada tanggal 1 November 2015,” bunyi salinan isi surat yang diperoleh CNN Indonesia.
Kurang Komunikasi
Ditemui di tempat yang sama, Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengapresiasi putusan jajaran Kemendag yang akhirnya menunda penerapan Permendag 87/2015.
Menurutnya, pemberlakuan beleid yang dimaksudkan untuk menghapus ketentuan Importir Terdaftar (IT) itu nyatanya malah memberatkan produsen dalam negeri dan memudahkan importir untuk mengimpor produk.
Dia menilai, para pelaku usaha kurang dilibatkan oleh pemerintah dalam penyusunan regulasi impor tersebut.
"Ada kesalahpahaman atau salah komunikasi yang ke depan harus kita perbaiki bersama,” tutur Adhi.
Mengacu Permendag 87/2015, sedianya beleid ini akan mengatur identitas importir. Pun dalam beleid tersebut menyatakan bahwa i
mportir yang boleh melakukan impor harus memiliki
Angka Pengenal Importir Umum (API-U), atau berbeda dengan ketetapan
sebelumnya yang menyatakan
importir produk tertentu juga
harus memiliki
dokumen IT.
Sementara itu, para produsen juga diwajibkan memiliki
Angka Pengenal Importir Produsen atau API-P.
Sebagai konsekuensinya, produsen yang ingin melakukan impor barang produksi pabriknya sendiri yang ada di luar negeri, bahan baku ataupun bahan pendukung harus membuat anak perusahaan baru untuk mendapatkan API-U atau menunjuk perusahaan lain yang telah memiliki API-U.
Hal ini bisa dilakukan lantaran Permendag 87/2015 belum mengatur soal tata niaga.
“Nanti akan diatur lagi tentang (aturan) tata niaganya. Kalau API-P ini ingin mengimpor produknya sendiri atau produk komplementer, atau produk tes pasar, dan lain sebagainya ini akan diatur oleh permendag tersendiri,” ujarnya.
Sebagai informasi, terdapat tujuh kelompok p
roduk impor tertentu yang diatur dalam Permendag 87/2005. Ketujuh kelompok produk tersebut meliputi:
pakaian jadi dan barang tekstil sudah jadi, alas kaki, elektronika,
makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetika dan perbekalan kesehatan rumah tangga, dan mainan anak-anak. (dim/ags)