Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menetapkan dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp 5 triliun untuk mengantisipasi risiko perubahan asumsi ekonomi makro yang tinggi tahun depan. Dana tersebut turun Rp 400 miliar dari cadangan risiko fiskal tahun 2015.
Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan dana sebesar itu dicadangkan untuk menghadapi tantangan perubahan kurs yang tinggi tahun depan.
Nota Keuangan dan APBN 2016 menyebutkan normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat, termasuk perkiraan naiknya suku bunga acuan pada tahun ini, dapat membuat tren pergerakan arus modal masuk ke negara berkembang menurun dan mendorong persaingan likuiditas yang kian ketat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan arus modal masuk dapat membuat rupiah berada dalam tekanan menguat. Kenaikan suku bunga AS (
Fed Rate) pada tahun depan juga dapat mengerek suku bunga surat perbendaharaan negara (SBN) 3 bulan.
Tak hanya itu, ketidakpastian harga komoditas global juga dinilai mampu menyeret nilai ekspor Indonesia jauh dari harapan.
Namun, menurut Bambang tantangan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih berat akibat perlambatan ekonomi China.
"Risiko
growth, saya berpendapat bukan
Fed Rate, tapi perlambatan di China. Itu yang akan sangat pengaruhi, lebih dibanding unsur global lainnya bahkan unsur domestik," ujar Bambang dalan konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/11).
Untuk tahun ini, pemerintah sendiri sudah mengucurkan dana cadangan fiskal guna membiayai anggaran pembagian beras miskin (raskin) yang tahun ini sebanyak 14 kali.
"Contohnya waktu paket kebijakan I, ada rastra yang ke-13 dan 14, itu kita ambil dari cadangan karena yg dianggarkan kan cuma 12 bulan. Pasti harus ada dana yang diambil dara cadangan," kata Bambang.
(gir/gir)