Faisal Basri: Kebakaran Hutan Ganggu Pertumbuhan Ekonomi

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 05 Nov 2015 12:56 WIB
Akibat kebakaran yang terjadi, pasokan kayu hutan tanaman industri (HTI) di kuartal III 2015 turun 29 persen menjadi 6,56 juta meter kubik.
Ekonom Faisal Basri menyebut kebakaran hutan akan menurunkan kinerja ekspor Indonesia dari komoditas pulp dan kertas. (ANTARA FOTO/Reno Asnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menyatakan musibah kebakaran hutan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia. Pasalnya akibat kebakaran tersebut, industri kertas dan bubur kertas (pulp) otomatis mengalami kemerosotan ekspor.

"Kebakaran ini berdampak pada industri pulp dan kertas yang ujungnya ke pertumbuhan ekonomi. Saya ragu target pertumbuhan bisa tercapai 5,7 persen. Ekspornya juga bakal di bawah target," ujarnya di acara diskusi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta, Kamis (5/11).

Penurunan ekspor tersebut diperparah dengan adanya boikot dari Singapura terhadap 12 produk kertas asal Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Target ekspor kita dengan adanya kebakaran hutan akan sulit tercapai,” tambahnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Purwadi mencatat akibat kebakaran yang terjadi, pasokan kayu hutan tanaman industri (HTI) kuartal III turun 29 persen menjadi 6,56 juta meter kubik (m3) dibanding kuartal 2 9,26 juta m3.

Pasokan yang berkurang berasal dari daerah bencana kebakaran hutan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

"Devisa ekspor pulp dan kertas akan turun di penghujung tahun dari saat ini US$ 5,6 miliar," jelas Purwadi.

Blunder Pemerintah

Faisal mengaku menyayangkan penyataan pemerintah yang mengatakan ada ratusan perusahaan yang menjadi tersangka dalam kasus kebakaran hutan tahun ini tanpa membuka secara transparan siapa saja pelaku utamanya. Kondisi tersebut menurut mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) akan membuat perusahaan-perusahaan di industri itu saling melemparkan kampanye negatif saling tuding sebagai pelaku pembakar hutan.

"Ini pukul rata semua. Perusahaan yang baik kena juga. Padahal tidak bakar hutan," lanjutnya.

Dalam penanganan kebakaran hutan, Faisal Basri justru mengkritik lambatnya upaya pemerintah dalam memadamkan api di awal fenomena kebakaran terjadi. Pemerintah baru turun tangan ketika sudah banyak area hutan yang terbakar.

"Alasannya tunggu dari daerah tetapkan bencana. Kalau sudah lintas provinsi kenapa masih didiamkan? Apalagi lintas negara," tukasnya.

Pengamat Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora menambahkan, kebakaran hutan telah menyebabkan persaingan bisnis yang tidak sehat.

"Belum tahu pelakunya, sudah ada ancaman pencabutan izin. Ini persaingan bisnisnya sudah sangat keras," jelasnya.

Menurut Ricky, yang seharusnya dilakukan pemerintah dan pelaku industri saat ini adalah tidak saling menyalahkan, tetapi mencari penyebabnya. Apalagi kebakaran hutan ini jaraknya sampai kiloan meter. "Ini jadi pertanyaan. Kalau loncatnya masih 100 meter (m) -200 m masih masuk akal," katanya.

Ia menyebut kebakaran hutan memang selalu terjadi hampir setiap tahun. Namun, untuk tahun ini diperparah dengan siklus kekeringan 15 tahunan.

"Yang jadi pertanyaan kenapa pemerintah tidak aware soal siklus ini. Kenapa tidak ada yang teriak," sambungnya.

Karena itu, dia berharap, pemerintah berhati-hati dalam menyelesaikan masalah kebakaran ini jangan sampai malah menghancurkan industri kertas, pulp dan sawit. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER