Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menagih janji manajemen PT PLN (Persero) untuk segera memberikan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015-2024 ke Pemerintah. Tujuannya tidak lain agar pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia bisa teratur dan memiliki peta jalannya sendiri.
Direktur Pembinaan Program Kelistrikan Kementerian ESDM Alihuddin Sitompul mengatakan tanpa adanya RUPTL, bisa membiaskan informasi terkait investasi ketenagalistrikan swasta yang bisa masuk ke Indonesia dalam program 35 ribu Megawatt (MW).
Sebab menurut Alihuddin, RUPTL lama yang dipakai oleh PLN masih belum mencantumkan keharusan BUMN itu untuk menggarap 5 ribu MW dari keseluruhan megaproyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin kan pemerintah merevisi porsi PLN di proyek 35 ribu MW dari 10 ribu MW menjadi 5 ribu MW. Namun itu ternyata belum tercantum di dalam RUPTL, padahal sebagian besar rencana penyediaan listrik nantinya dilakukan oleh
Independent Power Producer (IPP)," jelas Alihuddin di Jakarta, Jumat (6/11).
Ia menambahkan, hal-hal seperti permudahan izin investasi ketenagalistrikan serta rencana kebutuhan listrik per wilayah yang sudah disusun Kementerian ESDM diharapkan juga bisa masuk ke dalam RUPTL ini. Kalau dokumen ini tak segera keluar, ditakutkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan jadi tidak teratur.
"Karena RUPTL ini merupakan janji yang didokumentasikan dan disahkan oleh Pemerintah, makanya pembangunan ketenagalistrikan harus sesuai dengan itu. Pak Menteri juga sudah mengejar-ngejar PLN agar cepat menyerahkan RUPTL," jelasnya.
Padahal menurutnya, saat ini Pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah terkait penyediaan ketenagalistrikan untuk diselesaikan.
Selain program 35 ribu MW, pemerintah juga masih meneruskan proyek berjalan (
on going project) sebesar 7.400 MW yang terdiri dari 2.526 MW sisa
Fast Track Program (FTP) I, 1.535 MW dari sisa proyek FTP II, dan 3.420 MW dari sisa proyek di luar FTP. Maka dari itu, beban pengerjaan listrik pemerintah menjadi 42.900 MW yang harus diselesaikan pada tahun 2019.
"Dengan kewajiban penyediaan listrik sebanyak itu, maka RUPTL baru ini penting untuk tidak menghambat investasi. Kalau PLN masih pakai RUPTL lama ya siap-siap saja investasi ketenagalistrikan akan terhambat. Padahal tujuan kita kan ingin memperbesar rasio elektrifikasi agar masyarakat sejahtera," tambahnya.
Sebagai informasi, saat ini rasio elektrifikasi Indonesia masih sebesar 87,35 persen dengan kebutuhan 239 Tera Watt
hour (TWh) dengan pertumbuhan kebutuhan listrik mencapai 9,3 persen per tahunnya. Rasio elektrifikasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (100 persen), Brunei Darussalam (99,7 persen), bahkan Vietnam (98 persen).
Sedangkan pemerintah sendiri ingin bisa mencapai rasio elektrifikasi sebesar 97,35 persen pada 2019 dengan kebutuhan listrik sebesar 347 TWh.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa izin prinsip investasi di bidang ketenagalistrikan sudah mencapai 20 ribu MW dari awal tahun hingga kuartal III 2015. Sedangkan investasi ketenagalistrikan yang tengah memasuki masa konstruksi memiliki daya sebesar 8.800 MW dengan nilai proyek sebesar Rp 16 triliun.
(gen)