Tarif Cukai Tembakau Impor Diusulkan Tiga Kali Lebih Tinggi

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 09 Nov 2015 08:24 WIB
Dalam pembahasan RUU Pertembakauan di DPR diusulkan rokok yang menggunakan tembakau impor dikenakan cukai tiga kali lipat lebih tinggi.
Dalam pembahasan RUU Pertembakauan di DPR diusulkan rokok yang menggunakan tembakau impor dikenakan cukai tiga kali lipat lebih tinggi. (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pengenaan tarif cukai rokok yang menggunakan tembakau impor tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan produksi lokal dinilai memberatkan industri hasil tembakau (IHT). Pasalnya saat ini 40 persen kebutuhan tembakau Indonesia masih dipasok dari luar negeri, akibat berkurangnya kapasitas produksi dan kualitas tembakau lokal.

Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan oleh DPR terdapat pasal yang mengatur tentang impor tembakau. Di pasal tersebut dijelaskan bahwa tembakau impor akan dikenakan cukai sebesar 60 persen dari harga pasar, sedangkan rokok yang mengandung tembakau impor akan dikenakan biaya cukai tiga kali lipat.

Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengaku telah menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan yang diadakan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama pelaku IHT pekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gappri menurut Ismanu merasa selama 10 tahun terakhir, IHT telah diabaikan oleh pemerintah. Perlakuan yang sama juga terjadi pada petani tembakau. Para petani tembakau setengahnya merasa dipaksa beralih ke tanaman lain yang membuat lahan pertanian tembakau menyusut.

“Akibatnya sekarang terasa. Ketika produksi rokok meningkat, tembakau lokal gagal memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi itulah yang membuat industri rokok harus impor tembakau. Selain itu, grade atau kualitas tembakau lokal juga terus menurun,” kata Ismanu, Senin (9/11).

Tidak hanya itu, Ismanu menyebut Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (Balitas) yang menyediakan standar mutu bibit tembakau justru dikebiri.

“Bidang tembakau dihapus tinggal tanaman serat saja," tandas Ismanu.

Direktur Makanan dan Tembakau Kemenperin Faiz Achmad menjelaskan, hasil produksi tembakau di Indonesia saat ini hanya sekitar 180 ribu ton sampai 190 ribu ton per tahun. Sedangkankebutuhan mencapai 330 ribu ton per tahun.

Pengenaan cukai tinggi untuk tembakau impor dinilainya hanya akan membuat industri rokok tak kondusif dan memicu rokok ilegal yang meresahkan pelaku usaha.

Ujungnya, target penerimaan cukai rokok yang sudah ditetapkan tak mungkin tercapai.“Pengenaan cukai dan pajak untuk industri rokok saat ini sudah besar. Jika ditambah lagi, terkesan ada pajak berganda,” kata Faiz.

Empat Kesepakatan

Dalam pertemuan pekan lalu, Ismanu menyebut dihasilkan empat kesepakatan antara pelaku industri IHT dengan Kemenperin.

Pertama, masalah yang dihadapi IHT saat ini akibat kebijakan yang salah dari pemerintahan yang lalu. Untuk itu, dalam rapat koordinasi disepati untuk menguatkan kembali kemitraan antara petani dan IHT. Kemudian segera membentuk tim terpadu dari unsur pemerintah, petani, dan IHT.

Kedua, pengembangan tananan tembakau untuk memenuhi kebutuhan IHT khususnya jenis Virginia yang sangat cocok dibudidayakan di Indonesia.

Ketiga, dilakukan pemetaan industri dan tanaman tembakau. "Kami sepakat perlu dilakukannya inventarisasi riil IHT, berapa banyak yang masih beroperasi dan berproduksi, “ jelas Ismanu.

Keempat, IHT mendesak Kementerian Perdagangan untuk mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Pencabutan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 528/MPP/Kep/7/2002 tentang Ketentuan Impor Cengkeh.

“Disepakati pemerintah harus menjaga harga cengkeh jangan sampai jatuh dibawah biaya produksi," kata Ismanu. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER