Pengusaha Jamu Minta Pemerintah Atur Lokasi Industri Jamu

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 01 Okt 2015 01:00 WIB
Lantaran tak memiliki modal yang besar, ratusan pengusaha jamu menolak kewajiban beroperasi di kawasan industri sesuai UU Perindustrian.
Warga memilih jenis jamu yang akan diminum saat Paguyuban Laskar Jamu Gendong Indonesia membagikan jamu gratis kepada pengunjung di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu, 10 Mei 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah pengusaha jamu nasional meminta Kementerian Perindustrian mengecualikan sektor usahanya dari ketentuan Undang-Undang Perindustrian, yang mewajibkan pelaku usaha jamu memiliki operasi di kawasan industri.

Selain karena industri jamu merupakan usaha kecil dan mikro (UKM) yang umumnya berbasiskan industri rumahan dengan minim modal, faktor yang menjadi dasar penolakan ketentuan tersebut juga dikarenakan tidak adanya ketentuan yang jelas mengenai aturan industri rumahan hingga ke tingkat teknis.

Yang disesali, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GPJOT) mengaku anggotanya kerap dipersulit mendapat perpanjangan usaha lantaran adanya penolakan dari peraturan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami berharap turunan dari aturan ini bisa lebih detil lagi dan diatur supaya industri yang kecil tidak terkena dampaknya. Beberapa usaha kecil sudah menjerit bahwa mereka tidak bisa lanjut usaha. Mereka tidak bisa perpanjangan ijin karena adanya hal ini," terang Ranny ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Rabu (30/9).

Ranny mengakui, adanya aktifitas industri seperti halnya sektor usaha jamu di kawasan industri mampu memberikan dampak yang positif bagi semua pihak.

Meski begitu, katanya pemerintah juga harus mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha jamu karena untuk pindah ke kawasan industri membutuhkan modal yang besar.

Ini mengingat mayoritas anggota GPJOT atau berkisar 600 pengusaha merupakan usaha mikro.

"Banyak anggota kita yang sudah berpuluh tahun berproduksi, nanti kalau pindah berapa duit yang harus keluar? Tanah seluas satu meter persegi bisa dihargai Rp 3 juta, belum lagi nanti keluar uang untuk bangunan," kata Ranny.

Salah Paham

Ditemui di lokasi yang sama, Sekretaris Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Setio Hartono mengatakan adanya permintaan GPJOT tadi disebabkan oleh kesalahpahaman atau misinterpretasi peraturan oleh pihak daerah.

Setio mengakui masalah menyoal aturan kawasan industri jamu tengah dipertegas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan yang kini tengah diatur.

"Memang harusnya tak seperti itu pelaksanaannya, tapi karena pelaksanaan di daerah memahaminya juga berbeda-beda. Tidak semua usaha kecil harus masuk ke wilayah industri, seharusnya daerah juga paham. Ini sudah dalam pembahasan RPP perijnan, rencananya juga dimasukan usaha-usaha sudah lama akan berjalan terus disitu," kata Setio.

Sebagai informasi, pengaturan kawasan industri ini diatur di dalam Undang-Undang no. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 106. Di dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap kegiatan usaha industri wajib berada di kawasan industri dan peraturan itu dikecualikan bagi perusahaan industri yang berlaku di kotamadya atau kabupaten yang belum memiliki kawasan industri atau kavling kawasan industri yang dimilikinya telah habis digunakan. 
(dim/dim)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER