Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Pertamina (Persero) menghabiskan dana sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 13,7 miliar untuk melakukan audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan dua entitas usahanya, yakni Pertamina Energy Resources (PES) dan Zambesi Ltd.
"Ini karena agak berbeda (antara) audit yang bersifat operasional dan forensik. Tapi semuanya (penunjukan auditor) telah melalui tender," ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di kantornya, kemarin.
Guna melakukan audit forensik terhadap Petral dan dua entitas bisnisnya, manajemen Pertamina diketahui telah menunjuk perusahaan audit asal Australia, Kordamentha untuk mendalami sejumlah transaksi pengadaan minyak dan BBM impor yang dinilai janggal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mekanisme penunjukkannya, Dwi bilang Kordamentha berhasil menyisihkan beberapa perusahaan auditor independen seperti Ernest and Young, Price Waterhouse Coopers, KPMG dan Deloitte.
"Dari belasan yang kami undang, ada enam yang memberikan penawaran. Setelah didalami, (biaya) penawaran paling yang paling rendah itu Kordamentha tapi mereka berkomitmen untuk memenuhi standar yang diinginkan Pertamina," tutur Dwi.
Meski dinilai telah menghabiskan dana yang besar, hasil audit forensi Kordhamenta nyatanya tak menemukan adanya potensi kerugian negara, berikut nama-nama yang disinyalir memiliki peran kolutif di dalam hal pengadaan minyak dan BBM ke Pertamina.
Bahkan Dwi mengaku di dalam mekanisme audit forensik, hasil audit tidak mampu membuktikan pejabat internal Pertamina yang disinyalir turut berperan dalam penentuan pemenangan hingga pembocor rahasia pelaksanaan tender.
"Makanya kami lihat lebih dalam tentu saja target akan lihat. Dan ternyata setelah audit operasional semua
fine dan sesuai prosedur namun audit forensik butuh kelanjutan," imbuhnya.
Lanjutkan Proses LikuidasiDi kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menegaskan pasca rampungnya proses
due dilligence dan audit forensik manajemen Pertamina mengaku tengah mengakaji beberapa kontrak dan piutang Petral kepada sejumlah mitra bisnisnya.
Ini ditandai dengan adanya upaya
wind down process atau menghitung ulang rincian bisnis terhadap dua entitas PES dan Zambesi Ltd yang ditargetkan bisa selesai pada akhir Desember mendatang.
"Karena aset Petral akan diambil Pertamina. Saat ini kami masih menyelesaikan piutang atas beberapa klaim," ujar Direktur Keuangan Pertamina, Arief Budiman di kantornya, Senin (9/11).
Asal tahu saja, pasca dilakukannya
due dilligence dan audit forensik oleh Pertamina aset bersih Petral (
unaudit) hingga Oktober 2015 kemarin berada di kisaran US$ 483 juta, atau menyusut US$ 1,81 miliar ketimbang posisinya sebelum dilakukan audit forensik di angka US$ 2,3 miliar pada Mei kemarin.
Arief menjelaskan, besarnya tingkat penyusutan aset Petral terjadi lantaran perusahaan tersebut sudah tak lagi menjalankan kegiatan bisnis pasca kewenangan pengadaan minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM) impor dialihkan ke
Integrated Supply Chain (ISC).
Meski begitu, kata Arief Petral sendiri masih memiliki piutang usaha mencapai US$ 46,6 juta, atau berkisar Rp 629 miliar. Di mana piutang tersebut berasal dari denda keterlambatan pengiriman minyak (
demurrage) yang belum dibayarkan oleh mitra bisnis PES.
Berangkat dari hal itu, mantan Presiden Direktur PT McKinsey Indonesia ini memastikan akan tetap melanjutkan proses likuidasi Petral yang ditargetkan bisa selesai pada April 2015.
"US$ 483 juta itu (aset) yang belum diaudit. Sementara
bond (surat utang) Pertamina yang dibeli Petral dari
secondary market itu mencapai US$ 48 juta. Nanti
financial year-nya selesai akhir 2015," tambah Arief.
(dim/gen)