Penegak Hukum Diminta Mulai Cermati Hasil Audit Pertamina

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Jumat, 06 Nov 2015 11:31 WIB
Hasil audit tidak cukup hanya dipaparkan ke publik sehingga masyarakat bisa mengetahui siapa saja mafia migas di Indonesia.
Hasil audit tidak cukup hanya dipaparkan ke publik sehingga masyarakat bisa mengetahui siapa saja mafia migas di Indonesia. (Detikcom/Rachman Haryanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, hingga Kepolisian Republik Indonesia diminta mulai memeriksa hasil audit yang telah dilakukan terhadap anak usaha PT Pertamina (Persero) yaitu Pertamina Energy Trading Limited alias Petral.

Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, hasil audit tidak cukup hanya dipaparkan ke publik sehingga masyarakat bisa mengetahui siapa saja mafia migas yang pernah bermain di Pertamina. Namun juga berapa besar kerugian negara akibat lemahnya tata kelola impor minyak dan gas bumi yang menguntungkan mafia.

"Selain itu, hasil audit harus dapat digunakan untuk memperbaiki tata kelola migas agar bisa memagari permainan mafia migas. Kemudian menjadi dasar bagi KPK dan penegak hukum untuk menyeret pelaku mafia migas, yang selama puluhan tahun tidak tersentuh aparat penegak hukum," tandas Fahmy, saat dihubungi kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, pada Selasa (3/11) kemarin Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengaku telah mengantongi hasil audit investigasi Petral. Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bakal memanggil jajaran Direksi Pertamina guna mengetahui secara rinci hasil audit investigasi tersebut.

Sementara Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas meminta para penegak hukum tidak hanya fokus pada penelusuran mafia migas yang pernah berbisnis bersama Petral.

Sebab menurut Firdaus, sampai saat ini masih terjadi praktik jual-beli gas yang melibatkan para perantara yang membeli gas langsung dari Pertamina maupun anak usahanya untuk kemudian dijualnya ke pembeli akhir dengan harga lebih tinggi.

"Penegak hukum harus memberi perhatian lebih pada penyimpangan sumber daya alam, termasuk sektor migas. Sayangnya, KPK saja sampai sekarang masih di sisi pencegahan, sementara Kejaksaan dan Kepolisian jauh tertinggal," ujar Firdaus.

Menurut ICW, penegak hukum harus jeli melihat berbagai kontrak atau jual beli migas yang ada terutama yang melibatkan Pertamina dan para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur.

"Lucu jika dari Pertamina EP kemudian dijual ke Pertagas kemudian menjual lagi ke broker gas. Seharusnya sesuai skema bisnis umum saja, dari Pertamina EP ke Pertagas lalu langsung ke end user atau konsumen" tandas Firdaus.

Ia mengingatkan jika distribusi gas dimiliki oleh mereka yang memiliki relasi kekuasaan kuat, bahkan sebagian besar mereka yang ada di partai politik, maka makin susah dilakukan efisiensi.

"Ke konsumen mahal, negara tidak mendapat maksimal. Padahal ini sektor energi primer, ujungnya juga bisa menambah laju inflasi. Industri juga seperti industri baja, petrokimia, keramik dirugikan karena harga gas jadi mahal akibat ulah trader gas, " tandasnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER