Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Senior Kenta Institute, Eric Sugandi menilai rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya bisa berdampak negatif atau positif bagi perekonomian Indonesia.
Skenario positif, jelas Eric, jika The Fed Fund Rate berlangsung secara gradual dimulai tahun depan sesuai dengan antisipasi kebanyakan pelaku pasar finansial global. Apabila skenario ini yang terjadi, maka dampaknya dipastikan akan positif terhadap penguatan nilai tukar rupiah.
"Jika yang terjadi adalah skenario baik, maka rupiah bisa relatif stabil di kisaran 13,500-13,800 akhir tahun ini," ujarnya kepada CNN Indonesia, Kamis (19/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya adalah skenario negatif, kata Eric, di mana suku bunga The Fed naik lebih cepat pada Desember 2015. Apabila ini yang terjadi, maka kebanyakan pelaku pasar uang dunia salah mengantisipasi kebijakan moneter AS
"Jika skenario jelek yang terjadi, rupiah bisa tembus Rp 14 ribu walau cuma jangka pendek," tuturnya.
Namun, Eric memperkirakan dampak baik ataupun buruk dari kenaikan suku bunga The Fed terhadap rupiah hanya akan berlangsung dalam jangka pendek, yakni sekitar satu sampai tiga bulan.
Setelahnya, Eric meyakini rupiah akan stabil dan cenderung menguat kembali karena para pelaku pasar akan kembali melihat fundamental ekonomi Indonesia yang sebenarnya tidak jelek.
"Intinya sih, sebenarnya kenaikan suku bunga The Fed akan memberikan dampak positif bagi rupiah dalam jangka menengah dan panjang atau di atas satu bulan karena memberikan kepastian kepada para pelaku pasar finansial," tuturnya.
Sebelum mencapai itu, Eric Sugandi mengingatkan bahwa rupiah akan tertekan dalam jangka pendek atau kurang dari satu bulan paska kenaikkan suku bunga The Fed.
"Seberapa besar tekanannya tergantung pada benar atau salahnya pelaku pasar mengantisipasi seperti pada dua skenario itu," katanya.
The Federal Reserve, lanjut Eric, kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan secara berkala sebesar 25 basis poin setiap kuartal. Hal ini dilakukan bank sentral guna menjaga momentum pemulihan ekonomi AS agar tidak terganggu oleh kenaikan suku bunga yang drastis.
"Jadi kenaikan yang gradual justru baik bagi AS dan ekonomi global. Yang jadi soal adalah timing kenaikan yang pertama. kalau terlalu cepat malah bisa menganggu ekonomi global karena banyak mata uang negara emerging markets yang rentan terhadap capital outflows jika para pelaku pasar finansial dan investor portofolio global salah mengantisipasi timing kenaikan," tuturnya.
Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve meyakini kondisi ekonomi Negeri Paman Sam akan membaik pada Desember dan cukup kuat untuk mendukung kenaikan suku bunga acuan (The Fed rate).
Setelah hampir tujuh tahun suku bunga The Fed statis hampir nol persen, maka bulan depan sinyal kenaikan menguat menyusul membaiknya pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja, dan inflasi di Amerika Serikat (AS).
Pernyataan tersebut merupakan hasil pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 27-28 Oktober 2015, yang dokumen risalahnya baru dirilis pada Rabu (18/11) waktu Amerika Serikat (AS).
(ags)