Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan harga minyak sawit atau
crude palm oil (CPO) internasional tahun depan akan berada di kisaran US$ 580-US$ 600 per ton. Jika dibandingkan harga rata-rata CPO sepanjang periode Januari-Oktober 2015, US$ 584 per ton, angka itu tidak melonjak drastis.
"Proyeksi tahun 2016, harga CPO berada pada kisaran US$ 580-US$ 600 per ton, atau 2.450-2.550 ringgit Malaysia," tutur Direktur Eksektif GAPKI Fadhil Hasan pada acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2015 di Bali, Kamis (26/11).
Fadhil mengungkapkan kenaikan harga CPO tahun depan disebakan oleh implementasi program mandatori B15 dan penaikan harga minyak mentah dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma itu, faktor yang turut mengerek harga CPO meliputi efek El Nino dan kelanjutan dari kerjasama Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC).
"Lembaga itu akan memanajemen stok dan suplai CPO. Lembaga itu juga akan mempromosikan kerja sama dan investasi dalam membangun kawasan industri minyak kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta mengatasi hambatan dalam perdagangan komoditas," jelas dia.
Produksi Naik
Menyusul proyeksi kenaikan harga, tutur Fadhil tahun depan jumlah produksi CPO diperkirakan berada di kisaran 33 juta sampai 35 juta ton atau meningkat tipis dari produksi tahun ini yang diperkirakan mencapai 33 juta ton.
Ada pun konsumsi CPO domestik tahun depan diperkirakan naik 3 juta ton, dari tahun ini menjadi 10,92 juta ton. Sedangkan besaran ekspor diperkirakan turun sebesar 23 juta hingga 24 juta ton, atau turun dari tahun ini yang diprediksi mencapai 25,7 juta ton.
Sementara itu, sejumlah analis asing memperkirakan harga CPO tahun depan akan melonjak dari tahun ini hingga ada di kisaran US$ 600 sampai dengan US$ 800 per ton.
Analis Godrej International Ltd Dorab Mistry memprediksi harga CPO tahun depan sekitar RM 2.600 FOB dengan asumsi harga minyak Brent ada di level US$ 60 per barel.
Dia menilai program mandatori biodiesel di Indonesia menjadi penyebab utama kenaikan harga tersebut. Kebijakan ini disebutnya akan mengurangi suplai minyak sawit di pasar global. Selain itu, fenomena El Nino akan menghambat pertumbuhan produksi.
"Kalau sebelumnya diperkirakan volume produksi sebesar 2,5 juta ton,saya merevisi menjadi satu juta ton," kata Mistry dalam paparannya.
Secara keseluruhan, Mistry memperkirakan pertumbuhan suplai minyak nabati 3,1 juta ton dan pertumbuhan permintaan lima juta ton.
Dampak El Nino
Thomas Mielke, Analis Harga Buletin Oil World memperkirakan pertumbuhan suplai minyak sawit di pasar global tahun depan hanya mencapai satu juta ton. Hal itu tidak sebanding dengan kebutuhan minyak sawit di sektor pangan dan energi yang mencapai 30 persen dari total kebutuhan enam juta ton.
Mielke memprediksi harga minyak sawit internasional ada di kisaran US$700-US$ 750 per ton.
"Dalam kurun waktu enam bulan berikutnya, ada peluang kenaikan harga palm oil sebesar US$150. Ini bisa terjadi karena meningkatnya konsumsi biodiesel di Indonesia dapat mengurangi signifikan pasokan CPO ke pasar global," ujarnya.
Selain itu, pergerakan harga juga akan dipengaruhi oleh ketidakpastian suplai akibat dampak El Nino.
Analis harga konsultan agribisnis LMC International Ltd James Fry memperkirakan harga CPO pada kuartal pertama 2016 ada di kisaran US$ 600 FOB dengan asumsi harga minyak Brent ada di kisaran US$ 50 per barel. Harga itu bisa naik lebih tinggi di kisaran US$ 50-US$ 75 dari kuartal pertama tahun depan apabila PT Pertamina (Persero) konsisten dalam meningkatkan permintaan biodiesel dan produksi CPO tidak naik signifikan.
Bahkan, Fry tidak menutup kemungkinan harga CPO tahun depan bisa menembus US$ 800 FOB per ton apabila dampak kekeringan El Nino terus berlanjut.
"Kalau ini terjadi pelaku minyak nabati akan bergantung kepada pasokan minyak kedelai untuk menutupi kekurangan suplai CPO," kata Fry.