Sikap Fraksi DPR Terpecah Soal Opsi Penanganan Krisis

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2015 18:35 WIB
Fraksi PKS dan Gerindra ingin agar presiden menjadi penanggung jawab tertinggi dan pengambil keputusan akhir penetapan kondisi krisis dan langkah penanganannya.
Suasana Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (28/8). (Antara Foto/Hafidz Mubarak)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sikap fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpecah dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang diusulkan pemerintah.

Mayoritas fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) keberatan dengan opsi pengambilan keputusan dan penentuan krisis oleh Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). KMP berkeras presiden harus menjadi pengambil keputusan akhir dan penanggung jawab tertinggi soal penetapan kondisi krisis dan langkah penanganannya.

Salah satunya adalah Fraksi PKS, yang mengusulkan perubahan substansi sejumlah pasal yang menyebut Menteri Keuangan sebagai Koordinator FKSSK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam daftar investarisasi masalah (DIM) RUU JPSK disebutkan, PKS menuntut agar tanggung jawab tertinggi penanganan krisis di tangan Presiden, bukan diserahkan pada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan. PKS menilai hal ini lazim dalam penanganan krisis di beberapa negara.

Pendapat senada juga diajukan oleh Fraksi Gerindra, yang mengusulkan agar penetapan kondisi tidak normal harus diserahkan kepada presiden karena kondisi itu bisa disetarakan dengan kondisi darurat. Dalam kondisi darurat pengambilan keputusan berada di tangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

"Penggunaan lembaga jasa keuangan mengacu pada UU OJK. Presiden dalam menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh KSSK harus mengacu pada UU yang berlaku," demikian bunyi pernyataan Fraksi Gerindra seperti dikutip dari salinan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU JPSK.

Pendapat berbeda disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Eddy Susetyo. Dia mengatakan fraksinya keberatan jika harus menjadikan pemerintah sebagai bantalan sumber dana saat memberikan dana talangan (bailout) bagi bank yang dinilai bermasalah.Menurutnya, PDIP tidak menginginkan model bail out yang kerap ditempuh pemerintah selama ini.

Politisi PDIP itu menilai, hampir setiap solusi bail out yang diambil pemerintah kerap berujung masalah, baik secara hukum maupun politik.

"Penyelesaian masalah sistem keuangan jika perekonomian berada pada kondisi tidak normal, seharusnya tidak memberikan preferensi untuk bank bermasalah dapat dibantu dan tidak merekomendasikan dana publik dalam penyelesaiannya," katanya.

RUU JPSK terdiri dari 12 bab dan 51 pasal dan 409 daftar inventarisasi masalah (DIM), yang mencakup asas, penyelenggaraan jaring pengaman sistem keuangan, komite stabilitas sistem keuangan serta pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER