Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana manajemen PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II menerapkan skema antrean taksi untuk dinaiki penumpang atau
first in first out (FIFO) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng mulai mendapat reaksi operator taksi. PT Blue Bird Tbk meminta AP II memerhatikan kepuasan penumpang saat skema tersebut diujicobakan mulai 20 Desember 2015.
“Kami khawatir nanti yang timbul dari skema FIFO ini justru tidak mendorong kompetisi secara sehat taksi di bandara. Operator lain malah tidak memerbaiki layanan, sebab dengan skema tersebut mereka tetap dapat penumpang, meskipun standar mereka begitu-begitu saja. Operator akan berpikir, dengan layanan seperti ini saja pasti sudah dapat penumpang," kata Teguh Wijayanto, Head of Public Relation Blue Bird Group, akhir pekan lalu.
Teguh menuntut operator taksi lain yang beroperasi di bandara memiliki standar dan pelayanan yang sama. Sebab, hanya dengan cara seperti itulah bisa dilihat secara objektif siapa operator yang selama ini memiliki standar dan layanan terbaik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lagipula, apa salah kalau konsumen memilih Blue Bird? Jika antrean di bandara sampai 40 orang hanya untuk Blue Bird, harusnya ini yang harus dipikirkan operator lain dengan memperbaiki layanan," tegasnya.
Teguh kembali menegaskan, sangat menghargai rencana Angkasa Pura II untuk menerapkan FIFO di Bandara Soekarno-Hatta. Namun, ia meminta penerapannya tidak tergesa-gesa mengingat bandara tersebut merupakan pintu masuk utama bagi turis maupun pebisnis luar negeri.
"Jika ada operator taksi yang nakal, maka yang terkena imbas pasti AP II yang punya wilayah,” katanya.
Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta manajemen AP II tidak menerapkan skema FIFO di dalam pengelolaan taksi Bandara Soekarno-Hatta. Pasalnya, standar pelayanan operator taksi di Indonesia masih belum merata.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan pada prinsipnya reputasi operator taksi di Indonesia belum merata, sehingga dikhawatirkan akan merugikan konsumen. Jika skema FIFO ini tetap diterapkan di Bandara Soekarno-Hatta, maka AP II bisa dianggap melanggar hak memilih layanan taksi setiap calon penumpang yang ada di bandara.
"Hak memilih konsumen untuk pelayanan taksi sama saja dilanggar jika skema FIFO diterapkan AP II. Saya kira belum waktunya AP II menerapkan skema FIFO ini," kata Tulus.
Tulus mengatakan, sebelum menerapkan skema taksi FIFO, seharusnya AP II terlebih dahulu memasang standar layanan yang jelas juga tinggi untuk tiap operator taksi yang beroperasi bandara.
"Mengingat Soekarno-Hatta adalah pintu masuk internasional, maka layanannya termasuk taksi harus menjadi acuan bagi bandara-bandara lain di Indonesia,” kata Tulus.
Selain menerapkan standar yang jelas, AP II juga ditantang memberikan sanksi tegas untuk tiap operator taksi yang terbukti melanggar atau berbuat curang.
"Berani tidak pihak bandara melakukan hal tersebut? Lagipula sebenarnya yang mendesak bukan skema FIFO, tapi membersihkan bandara taksi gelap yang meresahkan masyarakat,” tegasnya.