Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan menjamin keberlangsungan budidaya tembakau nasional dengan cara mewajibkan industri hasil tembakau (IHT) bermitra dengan petani.
Ketua Umum Gappri Ismanu Soemiran menyebutkan saat ini perlu dilakukan penguatan kembali antara IHT dengan petani. Cara tersebut menurutnya bisa memudahkan petani memperoleh bibit unggul yang bisa meningkatkan kualitas tembakau bahan baku rokok yang dibutuhkan IHT.
“Kemitraan tersebut juga bisa membuat petani memperoleh kepastian harga dan pasar yang jelas,” kata Ismanu di Jakarta, Selasa (8/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menggalakkan kembali program kemitraan, Gappri juga mendesak RUU Pertembakauan mengamanatkan dibentuknya tim terpadu tembakau yang berasal dari unsur pemerintah, petani dan IHT. Tim terpadu ini tugasnya mengembangkan tanaman tembakau untuk memenuhi kebutuhan IHT khususnya jenis Virginia, sampai melakukan pemetaan industri dan tanaman tembakau di Indonesia.
"Kami sepakat melakukan inventarisasi riil IHT, berapa banyak yang masih beroperasi dan berproduksi," ujarnya.
Dalam konteks inilah, RUU Pertembakauan yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR diharapkan menjadi payung hukum terhadap perlindungan stakeholders pertembakauan dari hulu ke hilir.
“RUU Pertembakaun diharapkan mengabdi kepada kepentingan bangsa Indonesia dengan menekankan pada nasionalisme yang merepresentasikan semua
stakeholders yang ada,” ujar Ismanu.
Dualisme PemerintahGappri juga berharap RUU Pertembakauan bisa membuat IHT dan para petani tembakau berbisnis dengan lebih tenang. Pasalnya dengan target penerimaan cukai hasil tembakau yang terus naik setiap tahun, IHT selalu dipusingkan karena di awal tahun berikutnya selalu dipaksa menaikkan harga jual rokok di tengah daya beli masyarakat yang rendah.
“Di satu sisi, Pemerintah tiap tahun menggenjot penerimaan cukai hasil tembakau untuk menambah penerimaan negara dalam APBN. Di sisi lain, Pemerintah mengabaikan kondisi riil yang dihadapi IHT,” kata Ismanu.
Sikap Pemerintah yang terkesan membiarkan IHT, kata Ismanu, tentunya berpotensi mengancam keberadaan salah satu industri strategis nasional yang berkontribusi besar untuk Negara.
Akibatnya sekarang terasa. Ketika produksi rokok meningkat, tembakau lokal gagal memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi itulah yang membuat industri rokok harus impor tembakau. Selain itu, grade atau kualitas tembakau lokal juga terus menurun.
“Itulah bukti kongkrit, IHT menjadi korban
proxy war. Pemerintah yang bertanggung jawab tutup mata, dan lebih senang mendengarkan provokasi organisasi non-pemerintah yang antitembakau,” paparnya.
Karenanya, usaha-usaha pelestarian mempertahankan keberadaan serta kelangsungan hidup tembakau beserta IHT adalah merupakan upaya-upaya menjaga dan menegakkan kebanggan berbangsa dan bernegara melalui keanekaragaman budaya, tradisi, bahkan menjadi icon budaya bangsa.