BKF Susun Tiga Skenario Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Kamis, 10 Des 2015 12:43 WIB
Menurut Kepala BKF, tiga skenario pertumbuhan ekonomi yang bisa dikejar Indonesia berada di angka 5,8 persen, 7,1 persen, dan 8 persen per tahun.
Menurut Kepala BKF Suahasil Nazara tiga skenario pertumbuhan ekonomi yang bisa dikejar Indonesia berada di angka 5,8 persen, 7,1 persen, dan 8 persen per tahun. (CNN Indonesi/Adhi Wicaksono)
Nusa Dua, CNN Indonesia -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengungkapkan tiga skenario pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan, mulai dari yang moderat hingga ambisius.

Skenario pertama, ekonomi nasional hanya akan tumbuh rata-rata 5,8 persen per tahun hingga 2040. Skenario kedua, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 7,1 persen per tahun hingga 2035. Skenario terakhir atau ketiga, rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional bisa mencapai 8 persen per tahun hingga 2030.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara dalam paparannya pada Forum Internasional Economic Development and Public Policy di Nusa Dua, Bali menjelaskan, tingginya jumlah penduduk berusia produktif menjadi pertimbangan utama dalam merancang ketiga skenario tersebut. Ia menilai Indonesia diuntungkan oleh populasi penduduk yang besar sehingga hingga 2030 masih akan menerima bonus demografi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"2030 adalah akhir dari bonus demografi," tutur Suahasil, Kamis (10/12).

Sejauh ini Suahasil belum merinci perbedaan pendekatan kebijakan dari setiap skenario yang dikalkukasi oleh timnya. Namun, ia menjabarkan setidaknya rencana kebijakan pemerintah dalam mengatasi ketidaksetaraan ekonomi di Indonesia hingga 2019.

Untuk itu, lanjut Suahasil, Indonesia harus melalui kondisi ekonomi saat ini yang penuh dengan tantangan. Tantangan pertama datang dari eksternal, di mana perlambatan ekonomi global menjadi ujiannya.

"Jepang dan China ekonominya melambat, Amerika Serikat belum sepenuhnya recovery, sedangkan Eropa belum selesai masalahnya," tuturnya.

Lesunya ekonomi juga melanda Indonesia. Namun, Suahasil melihat ada tren perbaikan ketika pada kuartal III 2015 pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 4,7 persen (year on year).

Sejauh ini, kata Suahasil, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang utama ekonomi nasional, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 58,3 persen. Pada periode Juli-September 2015, pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa sebesar 5,4 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan nasional.

Kontributor kedua terbesar adalah Pulau Sumatera, yakni sebesar 22,4 persen. Suahasil menyebutkan, pada periode yang sama, ekonomi Sumatera tumbuh 3 persen.

Kontraksi justru terjadi di Kalimantan, yakni minus 0,4 persen pada kuartal III 2015. Kalimantan tercatat sebagai penyumbang ekonomi ketiga terbesar setelah Jawa dan SUmatera, yakni sebesar 8 persen terhadap PDB.

Mengekor di belakangnya adalah Sulawesi dengan kontribusi 6,1 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,1 persen, serta Maluku dan Papua 2,2 persen. Perekonomian Sulawesi tumbuh sebesar 8,2 persen apda kuartal III, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara serta Maluku dan Papua masing-masing tumbuh 11,8 persen dan 2,3 persen.

"Perekonomian Bali tumbuh hampir 12 persen berkat geliat industri pariwisata yang terbantu oleh kebijakan pembebasan visa," jelas SUahasil.

Tantangan ke depan, kata Suahasil, bagaimana memastikan momentum pertumbuhan ekonomi terjaga secara inklusif dan berkesinambungan. Masalah utama yang harus menjadi perhatian serius untuk mewujudkan hal itu terletak dari sisi supply, yakni terkait produktivitas ekonomi.

"Itu terkait dengan keterbatasan infrastruktur yang merupakan masalah klasik yang masih ahrus kami hadapi. Infrastruktur tidak bisa dibangun hanya dalam tiga atau enam bulan, tetapi multiyears," tuturnya.

Pembiayaan Infrastruktur

Menurut Suahasil, pembiayaan infrastruktur menjadi masalah yang harus diatasi pemerintah. Untuk itu, peran fiskal sebagai stimulus ekonomi perlu diperkuat guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih kokoh.

"Untuk itu kami melakukan reformasi fiskal sejak 2015, yang menyangkut tiga isu utama yaitu optimalisasi penerimaan, meningkatkan kualitas belanja, serta menjaga kesinambungan pembiayaan," tuturnya.

Terkait optimalisasi penerimaan, Suahasil mengatakan transformasi sumber penerimaan didorong dengan mengalihkan dari yang tadinya mengandalkan sumber daya alam menjadi lebih besar ke setoran pajak.

“Masalahnya PDB meningkat, tetapi tax ratio-nya tak bergerak. Kami harus melakukan reformasi administrasi perpajakan, terutama dalam hal pemungutan pajak," tuturnya.

Mengenai kualitas belanja, ia menekankan pentingnya realokasi anggaran dari belanja non produktif menjadi lebih produktif. Untuk itu, pemangkasan subsidi bahan bakar dan energi menjadi kuncinya, guna memperbesar ruang fiskal untuk pembiayaan infrastruktur dan perlindungan sosial.

"Tahun ini subsidi listrik dari Rp 73 triliun berkurang menjadi Rp 38 triliun di 2016," tuturnya.

Terakhir menyangkut program perlindungan sosial, Suahasil memusatkan perhatian pada upaya untuk mengurangi angka kemiskinan. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER