Daya Tampung Obligasi Tak Sebanding dengan Potensi Repatriasi

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 14 Des 2015 06:17 WIB
Target bruto penerbitan obligasi negara dipatok sebesar Rp532 triliun pada 2016, sedangkan potensi dana repatriasi aset diperkirakan mencapai Rp4 ribu triliun.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Robert Pakpahan dalam acara Investor Gathering di Gedung Djuanda Kemenkeu. (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan obligasi negara berseri khusus pada tahun depan guna menampung dana repatriasi hasil dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).

Sayangnya, target bruto penerbitan surat berharga negara (SBN) pada tahun depan dipatok sebesar Rp532 triliun, sedangkan potensi dana repatriasi aset diperkirakan mencapai Rp4 ribu triliun.

"Pokoknya nanti ada seri khsuus untuk obligasi tax amnesty. Itu bagian dari (target bruto SBN) Rp532 triliun. Rp532 triliun itu kan sebenarnya ada yang dalam valas dan rupiah. Kalau betul ada potensi dana (repatriasi) sebanyak itu ya jadi tidak cukup," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Robert Pakpahan di sela konferensi fiskal internasional di Nusa Dua, Bali, Jumat (11/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apabila obligasi tax amnesty jadi terbit, Robert mengatakan DJPPR akan menyesuaikan karakternya dengan ketentuan masa endap dana repatriasi.

"Kalau dia diwajibkan stay 3-5 tahun ya mungkin tenornya 3-5 tahun. Tergantung ketentuan di policy. Kita mengacu pada benchmark, yang tenor dan kualitasnya harus sama," jelasnya.  

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan pemerintah memasukan klausul mengenai insentif pajak terhadap dana hasil repatriasi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty). Guna menyerap masuknya kembali aset milik warga negara Indonesia di luar negeri yang diperkirakan nilainya mencapai lebih dari Rp 4 ribu triliun, Menkeu mengatakan surat utang negara akan disiapkan untuk menampung dana repatriasi aset tersebut.

"Berdasarkan survei, kekayaan penduduk Indonesia yang belum dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) minimal Rp1.400 triliun. Dari salah satu negara di luar Indonesia, ada indikasi kepemilikan (aset) orang Indonesia di negara tersebut minimal Rp2.700 triliun. Dari jumlah itu saja sudah Rp 4 triliun," tuturnya.

Menurut Robert, jika kebijakan tax amnesty efektif menarik masuk ribuan triliun dana repatriasi, maka otomatis penerimaan pajak akan melonjak dan mengurangi defisit APBN secara signifikan. Hal ini akan menjadi dilema bagi DJPPR karena ruang untuk menerbitkan obligasi menjadi menyempit seiring dengan berkurangnya defisit berkurang.  

Percepat Pelunasan Utang

Robert Pakpahan sejauh ini belum bisa memastikan kebijakan apa yang akan diambilnya jika klausul mengenai insentif repatriasi aset di obligasi negara jadi diterapkan. Namun, menurutnya ada cara untuk memperbesar ceruk pasar obligasi negara yakni dengan memanfaatkan dana repatriasi untuk mempercepat pelunasan utang pemerintah.

"Outstanding utang kita kan ada Rp3 ribu triliun di pasar sekunder, yang 38 persennya dipegang oleh asing. Kalau ada demand (dari repatriasi aset) kan jadi berkurang," tuturnya.

Caranya, jelas Robert, pemerintah menerbitkan obligasi khusus tax amnesty dan menggunakan dana repatriasi untuk melunasi utang (refinancing) di pasar obligasi sekunder. Intinya, lanjut dia, kuota penerbitan SBN dijaga tidak melampaui target brutonya.

"Jadi Obligasi negara yang di pasar sekunder yang belum jatuh tempo kita beli. Investor pasti mau kalau harga (belinya) dinaikin sedikit. Jadi ada ruang sampai sekitar Rp2.500 triliun, termasuk yang Rp532 triliun untuk defisit APBN 2016," tuturnya. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER