Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melansir Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia untuk titik serah
freight on board di atas kapal pengangkut atau FOB Vessel pada periode Desember 2015 berada di level US$ 53,51 per ton.
Jika dibandingkan dengan posisinya bulan lalu di angka US$ US$ 54,43 per ton, maka HBA bulan ini tercatat turun 1,69 persen.
Sedangkan secara rata-rata, HBA Indonesia di sepanjang tahun ini hanya berada di US$ 60,13 per ton, anjlok 17,19 persen dibandingkan rerata HBA 2014 yang mencapai angka US$ 72,62 per ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, HBA merupakan rata-rata harga jual dari empat indeks meliputi Indonesia Coal Index, Index Platts 59, New Castle Export Index dan New Castle Global Coal Index yang juga turut terdampak.
Guna meredam dampak negatif dari jatuhnya harga batubara dunia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengubah formula pembentukan HBA Indonesia.
Dalam hitungan terbarunya, pemerintah telah meningkatkan persentase Indonesian Coal Index (ICI) sebesar 50 persen sehingga lebih besar dari indeks batubara lain seperti Newcastle Coal Index (ICE) dan Newcastle Global Coal Index (GCNC) yang masing-masing berada di kisaran 25 persen.
Bersamaan dengan rencana pembentukan formula HBA baru, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) telah menghilangkan acuan harga batubara yang didasarkan pada pasar komoditas Singapura yakni, Platts-59.
"Desember ini HBA akan ditetapkan dengan formula baru. Jadi diharapkan harga baru ini akan lebih tinggi sekitar US$ 1 per ton dari hitungan sebelumnya," kata Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Adhi Wibowo pekan lalu.
Menanggapi perubahan ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan akan mendukung kebijakan pemerintah tersebut.
"Walaupun agak berat karena anggota kami ada yang berbeda pandangan dengan rencana pemerintah mengenai perubahan formula baru HBA, namun karena APBI merupakan
founder ICI jadi kami cenderung mendukung pemerintah kalau proporsi ICI diperbesar ketimbang Newcastle, Global dan Platts Index. Hanya saja awalnya putusan ini sulit bagi beberapa anggota APBI," ujar Hendra saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Hendra mengungkapkan, adanya perbedaan pendapat mengenai perubahan formula HBA tak lepas dari adanya beberapa anggota APBI yang lebih dominan menggunakan ICE dan GCNC ketimbang ICI guna menentukan harga jual batubara produksinya.
Namun menurutnya, lantaran telah dievaluasi secara matang oleh pemerintah maka perubahan formulasi HBA pun akan diterima oleh semua kalangan termasuk perusahaan batubara yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
"Karena pada dasarnya perubahan formula itu untuk menjaga posisi HBA Indonesia di tengah anjloknya harga batubara dunia. Meski pun acuan harga ICI lebih rendah dari ICE dan Global Inde, tapi ICI sudah dipakai di banyak negara yang menjadi langganan batubara Indonesia seperti China dan India," imbuh Hendra.