Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) merancang sejumlah kebijakan guna meringankan biaya pencatatan tahunan (
listing fee), antara lain dengan mempertimbangkan pemberian diskon hingga 50 persen bagi yang mengalami lonjakan biaya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat mengatakan sedikitnya akan ada lima hingga enam skema pendekatan yang tengah dipersiapkan BEI untuk meringankan beban perusahaan yang melantai di bursa (emiten). Sementara indikator lonjakan biaya emiten yang menjadi dasar pemberian fasilitas diskon adalah mencapai 10 kali lipat karena aturan sebelumnya.
“Jadi untuk yang kenaikan biaya sampai 1.000 persen bisa mendapat diskon 50 persen pembayarannya. Ada beberapa skema untuk pembayaran
listing fee 2016. Sekitar 5-6 skema,” ujar Samsul di Jakarta, Senin (14/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam peraturan BEI Nomor I-A Kep-00001/BEI/01-2014, terdapat beberapa perubahan mengenai besaran pembayaran
listing fee berdasarkan kapitalisasi pasar perusahaan.
Sebelumnya, biaya tahunan ditetapkan sebesar minimal Rp5 juta dan maksimal Rp100 juta. Jumlah itu dibayarkan dalam rentang itu berdasarkan kapitalisasi pasar emiten.
Saat ini, biaya pencatatan tahunan saham ditetapkan sebesar Rp500 ribu untuk setiap kelipatan Rp1 miliar dari jumlah nilai kapitalisasi pasar terkini perusahaan tercatat. Hal itu ditambah minimum pembayaran Rp50 juta dan maksimum Rp250 juta. Pembayaran
fee minimum Rp50 juta ini dilakukan oleh emiten dengan kapitalisasi pasar Rp100 miliar atau kurang.
Sementara, jika emiten telat membayar, maka BEI bakal mengganjar sanksi denda 2 persen per bulan, yang dihitung secara proporsional sesuai hari keterlambatan. BEI juga bakal menagih dan memberi waktu untuk melunasi. Jika dalam kurun waktu itu kewajiban tidak juga dipenuhi maka perusahaan bisa didepak (
delisting) dari bursa.
Terkait peraturan yang telah berlaku di awal tahun tersebut, Samsul mengaku terdapat emiten yang memang bermasalah dalam pembayaran
listing fee. Ia menyatakan ada beberapa emiten yang belum membayar dan yang masih menyicil pembayaran.
“Untuk yang tahun 2015 kebanyakan sudah bayar dengan model lama. Tinggal sedikit lagi yang belum. Ada tujuh emiten, empat di antaranya suspensi karena telat. Sementara tiga lagi sudah mengangsur, tinggal menunggu sisa angsurannya,” jelas Samsul.
(ags)