Jakarta, CNN Indonesia -- European Bank for Reconstruction and Development (EBRD) menerima China sebagai anggota barunya. Hal itu memberi akses investasi bagi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu ke kawasan Eropa, Afrika dan Timur Tengah.
"Keanggotaan Tiongkok dalam EBRD lebih lanjut akan secara signifikan membuka peluang investasi berkelanjutan dengan kelompok-kelompok Tiongkok di wilayah-wilayah di mana EBRD bekerja," kata Presiden EBRD Suma Chakrabarti dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Antara, Selasa (15/12).
EBRD didirikan pada 1991 untuk membantu transisi negara-negara Eropa Tengah dan Timur bekas blok Soviet menuju ekonomi pasar. Dari kantor pusatnya di London, EBRD sampai saat ini telah mengawasi proyek-proyek pembangunan di 36 negara, termasuk Ukraina, Mesir dan Mongolia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa negara yang menjadi target operasi EBRD termasuk China disebut sebagai "sabuk ekonomi Jalur Sutra", wilayah yang menjadi sasaran Pemerintah Beijing mengembangkan tautan perdagangan dan investasi.
"Tiongkok bisa sangat berkontribusi terhadap EBRD sebagai sebuah bank transisi dengan berbagi pengalaman transisi kami sendiri," kata Gubernur Sentral Tiongkok, People's Bank of China (PBoC), Zhou Xiaochuan.
Namun, keanggotaan China di lembaga keuangan itu justru menjadi isu sensitif secara politik di beberapa negara. Pasalnya, salah satu prinsip pendirian EBRD adalah mengusung komitmen demokrasi multipartai dan menghormati hak asasi manusia.
Saat ini pemangku kepentingan di EBRD adalah 64 negara anggota, Uni Eropa dan Bank Investasi Eropa, serta negara-negara di kawasan Eropa. Namun, sejumlah negara non-Eropa, termasuk Amerika Serikat dan Jepang ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.