Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebenarnya sudah lama meminta institusi penegak hukum melarang ojek dan taksi berbasis daring (online) beroperasi. Tak juga digubris, kebijakan pelarangan tersebut kembali disuarakan oleh pemegang otoritas transportasi nasional itu.
"Itu ilegal jelas. Oleh karena itu kita minta nanti institusi penegak hukum yang mengambil langkah-langkah. Sudah ada surat dari pak Menteri kepada Kapolri tentang hal itu," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono kepada CNNIndonesia Rabu, (18/12).
Djoko kembali menegaskan pelarangan beroperasi sarana transportasi tersebut dalam konferensi pers, Kamis (16/12). Hal itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djoko menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan. Dalam beleid tersebut ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum.
"Aturannya adalah untuk melindungi masyarakat akan penyelenggaraan transportasi yang berkeselamatan dan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan semacam itu dan tidak melanggar aturan yang lain, seperti perpajakan dan segala macam," ujar Djoko.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal mengatakan kepolisian masih mengkaji aspek sosiologis atas pelarangan sarana transportas berbasis daring oleh Kemenhub.
Menurut Iqbal, pada dasarnya kendaraan beroda dua seperti yang digunakan gojek dan sejenisnya tidak boleh menjadi angkutan umum.
"Seharusnya tidak boleh motor itu jadi ojek. Soal pelarangan itu kami sedang mengkaji secara sosiologis," ujarnya.
(ags)