Harga Rendah, Pertamina Tetap Sedot Minyak dari Luar Negeri

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Selasa, 22 Des 2015 12:10 WIB
Tahun depan Pertamina menargetkan bisa memproduksi migas 104 ribu boepd dari lapangan-lapangan migas yang dikelolanya di empat negara.
Tahun depan Pertamina menargetkan bisa memproduksi migas 104 ribu boepd dari lapangan-lapangan migas yang dikelolanya di empat negara. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) memastikan harga minyak mentah dunia yang rendah belakangan ini tidak menghalangi rencana perusahaan untuk terus meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) dari lapangan-lapangan yang dikelolanya di empat negara tahun depan.

PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi, anak usaha Pertamina yang beroperasi di luar negeri menargetkan angka produksi tahun depan bisa mencapai 104 ribu barel oil equivalen per day (boepd). Target tersebut naik 10,63 persen dibandingkan target 2015 sebesar 94 ribu boepd.

“Mudah-mudahan bisa naik 10 ribu boepd lebih. Karena dari target tahun ini 94 ribu saja, rata-rata realisasi produksi kami per hari mencapai 113,4 ribu boepd,” kata Presiden Direktur Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi Slamet Riyadi di Jakarta, Selasa (22/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harga minyak dunia seperti diketahui berada di bawah US$ 40 per barel dalam beberapa waktu terakhir, yang membuat banyak perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia menunda rencana investasinya. Hal tersebut terlihat dari rencana investasi di sektor hulu migas dalam daftar Work Program and Budget (WP&B) 2016 yang telah disetujui SKK Migas sebesar US$ 15,95 miliar, turun 17,9 persen dari rencana investasi 2015 sebesar US$ 18,8 miliar.

Meski harga minyak rendah, Slamet mengatakan perusahaan yang dipimpinnya masih mendapatkan untung tipis sehingga tidak ada alasan bagi manajemen untuk memangkas jumlah produksi tahun depan.

“Masih profit. Misalnya di Algeria ongkos produksi kami US$ 15-20 per barel, lalu di Malaysia rata-rata di bawah US$ 20 per barel. Sementara di Irak, biaya yang kami keluarkan diganti pemerintah sana sebagai cost recovery,” kata Slamet.

Slamet bahkan menyarankan agar perusahaan migas lain tidak perlu sampai memangkas target produksi tahun depan di tengah gejolak harga minyak yang tidak menentu. Baginya, lebih tepat memangkas rencana investasi untuk melakukan eksplorasi sumur baru dibanding memangkas target produksi.

“Di tengah harga minyak drop, salah satu cara antisipasinya justru dengan meningkatkan produksi dan juga meningkatkan keekonomian,” tegasnya.

Sebelumnya Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengakui perusahaannya tengah berupaya mengakuisisi satu wilayah kerja migas lagi di Aljazair setelah melihat adanya potensi menjanjikan di negara Afrika itu.

“Kami dorong pemerintah untuk memimpin kerjasama antara Pertamina dengan National Oil Company (NOC) Aljazair yaitu Sonatrach. Kami harap bisa dapat blok lagi, dan itu potensinya bisa menambah produksi sampai 35 ribu barel per hari," jelas Dwi, pekan lalu.

Dengan adanya pendekatan langsung tersebut, ia harap Pertamina tak perlu lagi mengikuti tender. Skema investasinya pun sama seperti blok lainnya di Aljazair, di mana Pertamina akan menjadi operator WK dan akan mengajukan Reservoir Development Plan (RDP) jika keinginan ini dikabulkan.

"Mereka sudah menawarkan beberapa blok. Tapi kita belum tahu blok yang mana," ujarnya.

Selain beroperasi di Aljazair sejak 2013 lalu, Pertamina juga mengelola aset lapangan migas di Malaysia, Irak, dan Algeria. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER