Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mewajibkan bank menambah modal guna mengantisipasi guna mengatisipasi kerugian dari pertumbuhan kredit yang berlebihan (Countercyclical Buffer).
Adapun besar tambahan modal yang dipersyaratkan bank sentral bersifat dinamis, yaitu berkisar antara 0 persen sampai dengan 2,5 persen dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/22/PBI/2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer, yang terbit pada 28 Desember 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterangan persnya, Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI Arbonas Hutabarat menjelaskan, penambahan modal wajib dilakukan perbankan di saat kondisi ekonomi sedang baik (boom period). Kebijakan itu juga harus diimbangi dengan pembentukan penyangga modal lainnya, yang diatur dalam ketentuan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM).
Serangkaian penambahan modal itu bersifat wajib bagi perbankan guna mengantisipasi kerugian pada periode krisis (Capital Conservation Buffer), sekaligus tambahan modal khusus bagi perbankan yang ditetapkan berdampak sistemik atau Domestic Systemically Important Bank (D-SIB) yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bank menyerap kerugian.
"Tambahan modal ini berfungsi sebagai penyangga (buffer) guna menyerap kerugian saat perekonomian ditengarai memasuki periode memburuk (burst period)," ujar Arbonas melalui keterangan pers BI, Kamis (31/12).
Arbonas menjelaskan, Countercyclical Buffer merupakan salah satu instrumen kebijakan makroprudensial yang ditujukan untuk melindungi bank dari perilaku mengambil risiko yang berlebihan. Perilaku tersebut tercermin dari penyaluran kredit yang berlebihan pada saat ekonomi ekspansi (periode boom) sehingga berpotensi menimbulkan peningkatan risiko sistemik.
Tambahan modal yang wajib dibentuk perbankan pada periode ekspansi, lanjut Arbonas, akan dapat digunakan ketika perbankan menghadapi tekanan saat ekonomi sedang kontraksi. Dengan demikian, keberlanjutan fungsi intermediasi bank dapat terjaga.
Menurutnya, BI akan melakukan evaluasi besaran Countercyclical Buffer perbankan secara berkala, minimal sekali dalam enam bulan.
Dia menambahkan, untuk pertama kali BI menetapkan Countercyclical Buffer sebesar 0 persen bagi perbankan yang efektif mulai berlaku pada 1 Januari 2016. Penetapan tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang mengalami perlambatan yang antara lain tercermin pada pertumbuhan kredit yang melambat secara signifikan.
Kebijakan ini, lanjut Arbonas, tidak terpisahkan dari ketentuan permodalan perbankan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan akan memperkuat daya tahan perbankan. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko kerugian ketika terjadi krisis keuangan dan ekonomi serta mencegah menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi.
(ags/dim)