CITA Minta Jokowi Revisi Target Pajak 2016 Jadi Rp1.260 T

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Minggu, 03 Jan 2016 18:22 WIB
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyatakan hal itu setelah memperhatikan realisasi 2015 yang tercatat kurang Rp239 triliun dari target.
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) meminta pemerintah merevisi target penerimaan perpajakan 2016 setelah memperhatikan realisasi 2015 senilai Rp1.055 triliun yang tercatat meleset (shortfall) alias kurang Rp239 triliun dari target di angka Rp1.294 triliun.

Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo mengatakan, secara umum pencapaian tersebut cukup bagus di tengah situasi ekonomi yang sedang melambat. Khusus penerimaan perpajakan, Pemerintah berhasil menarik pajak sebesar Rp1.055 triliun (netto), dan bea dan cukai Rp181 triliun (netto).

“Kami mengapresiasi kinerja Kementerian Keuangan dan jajarannya: Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal, karena di tengah situasi perekonomian yang kurang baik dan keterbatasan kapasitas, masih dapat mencapai penerimaan yang cukup tinggi dan sekaligus menjaga defisit APBN 2015,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima CNN Indonesia, Minggu (3/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyatakan, meski pencapaian ini sudah optimal sebagai buah kerja keras, Pemerintah sebaiknya tak berpuas diri dan segera mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan selama 2015, agar kinerja 2016 lebih baik. Menurutnya, situasi krisis harus dengan cerdas dimanfaatkan sebagai momentum perbaikan arsitektur fiskal yang menyeluruh, guna mendukung kesinambungan fiskal.

“Revisi target penerimaan perpajakan 2016 harus segera dilakukan memperhatikan realisasi 2015. Kami menyarankan target penerimaan pajak direvisi dari Rp1.368 triliun menjadi Rp1.260 triliun, sudah termasuk potensi tambahan dari pengampunan pajak,” ungkapnya.

Sementara, ia menilai target penerimaan cukai sebaiknya juga diturunkan dari Rp145 triliun menjadi Rp135 triliun, serta ekstenfisikasi objek cukai. Hal ini menurutnya penting untuk memberi ruang pemulihan ekonomi, menjaga iklim investasi, dan kesempatan yang jernih bagi reformasi sistem perpajakan.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, N.E. Fatimah mengatakan berdasarkan realisasi (sementara) pendapatan negara sebesar Rp1.491,5 triliun (penjumlahan penerimaan pajak, bea dan cukai, penerimaan negara bukan pajak/PNBP).

Dari jumlah realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.235,8 triliun, atau 83,0 persen dari target dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp1.489,3 triliun.

“Melambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 telah berdampak terhadap penerimaan perpajakan, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan,” jelasnya.

Namun demikian, ia menilai ditengah melambatnya perekonomian, secara nominal pendapatan dari Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas mencatatkan peningkatan sehingga mencapai Rp547,5 triliun atau tumbuh sekitar 19 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2014. Secara keseluruhan realisasi pajak non migas mencapai Rp1.005,7 triliun atau tumbuh sekitar 12 persen.

“Dengan demikian realisasi pajak total gross mencapai Rp1.150 triliun (memperhitungkan kas yang dialokasikan untuk restitusi pajak) dan realisasi pajak total netto mencapai Rp1.055 triliun,” katanya.

Lebih lanjut, Fatimah menyatakan realisasi penerimaan perpajakan juga dipengaruhi oleh melemahnya impor dan harga-harga komoditas, terutama yang menjadi ekspor utama Indonesia, yaitu CPO dan komoditas pertambangan. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER