Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat masih ada lima emiten yang belum memenuhi ketentuan batas minimum kepemilikan saham publik (
free float) sebesar 7,5 persen dari total saham yang dimiliki. Direktur Utama BEI Tito Sulistio berharap kelimanya bisa menepati janji untuk menyelesaikan kewajibannya pada Januari 2016.
"Memang masih ada yang belum mengajukan, namun mereka telah mengajukan surat dan bisa dilakukan di bulan ini. Jadi bisa kami anggap mereka telah memenuhi seluruh peraturan yang ada," jelas Tito di Jakarta, Senin (4/1).
Sebagai informasi, peraturan terkait pelepasan minimal 7,5 persen saham ke publik tercantum dalam Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00001/BEI/01-2014. Selain menentukan jumlah persentase
free float, BEI juga meminta emiten untuk melepas minimal 50 juta saham dari jumlah saham dalam modal disetor dan jumlah pemegang saham minimal berjumlah 300 pemegang saham yang memiliki rekening di Bursa Efek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa emiten perlu mematuhi peraturan yang disebutkan paling lambat pada 31 Januari 2016 mendatang. Meski menyebut ada lima perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut, Tito enggan menyebutkan identitas kelimanya.
"Sayangnya, kami tak bisa beritahu nama-namanya untuk saat ini," tambahnya.
Melengkapi ucapan Tito, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan kalau emiten yang belum melakukan
free float bisa dikenakan sanksi jika melebihi dari batas waktu yang ditentukan dengan alasan peraturan itu berlaku bagi seluruh emiten tak terkecuali.
"Bisa terkena sanksi karena itu aturan BEI, sanksinya bisa kita ingatkan sampai di
suspend," jelas Samsul di lokasi yang sama.
Namun ia yakin kalau emiten-emiten yang belum melakukan
free float tengah berupaya untuk memenuhi ketentuan tersebut. Pasalnya, seluruh kegiatan pemindahan saham untuk pemenuhan
free float tidak semuanya dilakukan melalui siaran publik.
"Beberapa sudah melakukan usaha untuk itu, dan
case by case akan dilihat usahanya masing-masing. Lalu kalau mau memenuhi ketentuan
free float ya tidak usah berbicara ke kita. Kalau lewat
rights issue bisa bicara (ke BEI), namun kalau tidak ya tidak usah," tuturnya.
PT Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna menjadi emiten terakhir yang diketahui melakukan
rights issue dengan melepas 5,68 persen saham ke publik untuk memenuhi ketentuan tersebut. Atas aksinya itu, kepemilikan PT Philip Morris Indonesia atas Sampoerna menyusut dari 98,18 persen menjadi 92,5 persen saja.
Manajemen Sampoerna mengaku bahwa pelepasan saham ini hanya demi memenuhi ketentuan BEI dan tak ada itikad untuk memperluas kepemilikan saham bagi publik. "Yang kita inginkan hanya mematuhi peraturan saja, tak ada yang lain. Maka dari itu, kita lepas saham, dan nanti kami harap bisa menyerap Rp 20,76 triliun," ujar Presiden Direktur Sampoerna Paul Janelle ketika itu.
Berbeda dengan HM Sampoerna, perusahaan minuman beralkohol PT Delta Djakarta pada Juni lalu lebih memilih pemecahan nilai saham (
stock split) demi memenuhi ketentuan BEI. Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, dengan melakukan
stock split sebesar 1:50, maka diharapkan jumlah saham pada saat itu yang sebesar 16 ribu saham bisa meningkat melebihi jumlah 50 ribu saham.
Selain itu, tercatat juga PT Adira Dinamika Multi Finance yang hanya memiliki porsi publik sebesar 5 persen, dimana 95 persen lainnya dimiliki oleh PT Bank Danamon Indonesia. Seperti diberitakan CNN Indonesia pada September lalu, perusahaan tengah mengkaji opsi antara
rights issue atau divestasi untuk memenuhi keinginan BEI itu.
(gen)