Tak Puas PPh DIRE Dipangkas, REI Minta BPHTB juga Dikurangi

CNN Indonesia
Senin, 04 Jan 2016 18:03 WIB
Penurunan PPh yang diikuti penurunan BPHTB disebut Ketua Umum REI Eddy Hussy akan membuat semakin banyak investasi di instrumen DIRE.
Penurunan PPh yang diikuti penurunan BPHTB disebut Ketua Umum REI Eddy Hussy akan membuat semakin banyak investasi di instrumen DIRE. (CNN Indonesia/Agust Supriadi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) tak puas dengan pemangkasan pajak penghasilan (PPh) terhadap selisih nilai harga pokok penjualan (HPP) dengan nilai penjualan aset dalam Dana Investasi Real Estate (DIRE) menjadi 1 persen dari sebelumnya 5 persen.

REI meminta pemerintah juga menurunkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari yang berlaku saat ini di angka 5 persen, agar semakin banyak perusahaan properti maupun investor yang menanamkan modalnya dalam produk investasi tersebut.

Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy mengatakan BPHTB yang lebih kecil akan menciptakan efek pengganda (multiplier effect) yang baik bagi perekonomian karena ada insentif untuk melakukan pembangunan. Jika pembangunan makin banyak, maka Pemerintah Daerah (Pemda) nantinya bisa menuai pendapatan lain baik dari sisi pajak daerah maupun lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau BPHTB dikurangi, maka ada kesempatan dana segar masuk ke dalam DIRE dan itu bisa membantu pembangunan kawasan di suatu daerah. Semakin banyaknya pembangunan tentu akan menghasilkan multiplier effect juga, jadi daerah tak perlu khawatir penerimaannya akan berkurang," jelas Eddy melalui sambungan telepon, Senin (4/1).

Eddy yakin investor akan banyak memilih DIRE sebagai instrumen investasi karena banyak peminatnya. Jika dana makin banyak masuk, maka ada kemungkinan instrumen DIRE tidak hanya disalurkan untuk aset berupa properti namun juga infrastruktur.

"Kalau dana segar makin banyak, lumayan bisa menambah lapangan kerja juga. Ini menunjukkan kalau bukan berarti kami menginginkan penurunan BPHTB dengan tanpa alasan, karena penurunan BPHTB di dalam DIRE ini demi kebaikan daerah itu sendiri," jelasnya.

Restitusi Lebih Cepat

Ia mengatakan kalau usulan ini sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan dan diharapkan bisa masuk ke dalam peraturan baru pengganti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 200 tahun 2015. Selain BPHTB, REI juga mengusulkan jangka waktu restitusi kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang lebih singkat dan juga mendukung penurunan PPh seperti yang telah diberikan pemerintah.

"Tapi kami belum bisa bicara terkait penurunan PPh capital gain yang menjadi 1 persen karena bentuk PMK barunya belum keluar. Tapi kalau jadi segitu kami anggap sudah cukup baik karena semakin kompetitif dengan negara-negara yang sudah intensif menjalankan DIRE," jelasnya.

Di dalam PMK Nomor 200 tahun 2015, pemerintah baru membebaskan PPh dividen Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang diterima dari Special Purpose Company (SPC) sebesar 15 persen lantaran KIK dan SPC sudah merupakan satu kesatuan dan bukan dua objek pajak yang terpisah. Pasalnya, SPC sendiri merupakan Perseroan Terbatas (PT) yang minimal 99,9 persen sahamnya berupa KIK, di mana modalnya bersumber dari dana masyarakat pemodal berbentuk DIRE.

Selain itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian aset dari perusahaan properti ke SPC sebesar 10 persen juga ikut dihapuskan. Dengan demikian, pemberlakuan BPHTB masih sama sebelum PMK tersebut berlaku yaitu 5 persen dari nilai aset yang dibayar oleh SPC.

Pada akhir November tahun lalu, Deputi bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Kemenko Perekonomian Luky Eko Wuryanto menyebut kalau pemerintah juga sedang memikirkan penurunan BPHTB di dalam DIRE. Kebijakan ini bertujuan untuk menarik minat perusahaan properti untuk menjual asetnya melalui DIRE.

"Kami akan koordinasikan dengan pemerintah daerah terkait. Tentu saja harus turun dari angka saat ini sebesar 5 persen," tuturnya di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin (30/11).
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER