Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai tantangan ekonomi Indonesia pada tahun ini tak kalah berat dengan tahun lalu. Menurutnya, tekanan eksternal masih akan cukup berat mempengaruhi kinerja ekonomi nasional.
"Ekspor diperkirakan belum dapat diharapkan naik secara berarti, bahkan mungkin masih melanjutkan tren menurun yang sudah berlangsung selama empat tahun berturut-turut," tulis Faisal dalam
blog pribadinya, Senin (4/1).
Menurut Faisal, nilai ekspor Indonesia sepanjang tahun lalu kemungkinan tidak akan melebihi US$150 miliar atau jauh lebih rendah ketimbang tahun lalu yang mencapai US$176,3 miliar. Penyebab utamanya, jelas Faisal, harga komoditas yang diperkirakan terus turun melanjutkan tren beberapa tahun terakhir.
"Kenaikan harga kmoditas diharapkan baru terjadi tahun 2017," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) itu menambahkan, transaksi perdagangan memang berbalik surplus pada 2014 setelah selama tiga tahun berturut-turut sebelumnya mengalami defisit. Namun, suplus perdagangan tahun lalu bukan karena ekspor naik, melainkan karena nilai impor turun lebih besar ketimbang penurunan impor.
Tahun 2016, lanjutnya, impor diperkirakan naik sejalan dengan investasi yang meningkat lebih cepat dan pembangunan infrastruktur yang terus dipacu. Dengan demikian, Faisal mengkhawatirkan surplus transaksi perdagangan terancam kembali defisit.
Dengan asumsi indikator yang lain tetap (ceteris paribus), Faisal Basri menilai tekanan terhadap neraca pembayaran 2016 hanya akan terhindari jika dan hanya jika arus modal asing neto cukup memadai untuk mengopensasikan defisit akun lancar (current account) yang cenderung membesar.
"Pada tahun 2015, negara emerging markets mengalami arus modal asing keluar terbesar sepanjang sejarah, lebih dari setengah triliun dollar AS. Tahun ini tekanan masih berlanjut walaupun tidak separah tahun lalu," jelasnya.
Oleh karena itu, ia menilai mau tak mau kebijakan investasi harus lebih kondusif serta stabilitas fiskal dan moneter harus lebih terjaga. "Jika tidak, rupiah bakal terus mengalami tekanan," ucapnya.
(ags)