Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak (
Tax Amnesty) pada masa sidang pertama 2016. Namun, parlemen masih menunggu pemerintah melayangkan Surat Amanat Presiden (Ampres) untuk membahas kebijakan pengampunan pidana pajak itu.
Muhammad Misbakhun, Anggota Komisi XI DPR mengatakan Badan Legislasi (Baleg) pada akhir 2015 telah menyepakati RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan inisiatif DPR dan RUU
Tax Amnesty sebagai inisiatif pemerintah masuk dalam Prolegnas 2016.
"Segera setelah masa reses berakhir pada 11 Januari 2016, kami akan prioritaskan pembahasan keduanya. Tapi untuk RUU
Tax Amnesty kita tunggu Ampres-nya dulu," jelas Misbakhun kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, ada beberapa poin krusial dalam draft RUU
Tax Amnesty yang baru akan dibahas dengan pemerintah. Selain soal pengampunan pidana pajak, pemerintah mengedepankan pula konsep repatriasi atas modal wajib pajak di luar negeri.
"Untuk itu, pemerintah memasukkan usulan soal obligasi negara dalam denominasi rupiah maupun valas atau dolar sebagai wadah repatriasi kapital," tuturnya.
Terkait tarif uang tebusan
tax amnesty, Misbakhun mengungkapkan sejauh ini ada tiga usulan kelompok tarif yang disesuaikan dengan periode permohonan amnesti pajak.
"Tarif uang tebusannya masih berupa kisaran, yakni 1,5-2 persen untuk pengajuan di tiga bulan pertama 2016, 3-4 persen untuk pengajuan bulan keempat sampai keenam, dan 5-6 persen untuk (pengajuan) enam bulan terakhir," tuturnya.
Secara konsep, lanjut Misbakhun, mayoritas anggota DPR bisa memahami tujuan positif pemerintah mengajukan usulan kebijakan
tax amnesty. Menurutnya, amnesti pajak penting untuk dilakukan segera guna memperluas basis pajak sebelum diterapkannnya Perjanjian Pertukaran Informasi Perpajakan (
Tax Information Exchange Agreement) pada 2017.
"Wajib pajak itu sangat peka dengan pertukaran informasi paja. Untuk itu, kepastian hukum harus dituntaskan dulu sebelum itu menimbulkan masalah baru dan memicu
capital flight (pelarian modal)," tuturnya.
Kendati demikian, politisi Partai Golkar ini mengakui masih ada sedikit perbedaaan pandangan soal prinsip keadilan yang menyimpang dari kebijakan
tax amnesty kelak.
"Namun, kami bisa memahami ketidaksabaran luar biasa dari Presiden Jokowi, yang ingin penerimaan pajak naik sangat tinggi karena mau mempercepat pembangunan infrastruktur. Untuk itu harus tingkatkan dulu
tax base kita dengan
tax amnesty," tuturnya.
(ags/gen)