Jakarta, CNN Indonesia -- Kesimpulan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan konsumsi rokok masyarakat menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan di Indonesia menuai kritik dari Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.
Terlebih setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla mengamini hipotesa BPS dengan menyebut jika pendapatan keluarga tidak naik, sementara harga rokok terus naik maka otomatis pembelian rokok hanya akan membuat miskin masyarakat.
Enny menilai pernyataan pejabat negara seperti itu seolah menjadikan rokok faktor tunggal penyebab kemiskinan. Padahal menurut Enny, faktor utama dari naiknya angka kemiskinan karena ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan formal dan juga banyaknya pemutusan hubungan kerja yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi rokok bukan penyebab kemiskinan, bahwa terjadi kenaikan persentase pengeluaran memang iya, sehingga terkesan seolah harga rokok tinggi jadi penyebab kemiskinan. Tetapi analisa BPS tidak lengkap," ujar Enny, Kamis (7/1).
Selain tidak mampu menyediakan pekerjaan bagi rakyat miskin, Enny menyoroti kegagalan pemerintah dalam mengendalikan harga kebutuhan pokok. Akibatnya mereka yang berada di kelompok rentan miskin bisa dengan mudah masuk ke kategori miskin.
"Ketika tidak ada kebijakan yang bisa mengerek pendapatan masyarakat untuk naik, maka tentu saja makin tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan minimal. Jadi ketika pendapatan tidak naik kemudian dibareng kenaikan harga pokok dan terjadi penyempitan lapangan pekerjaan formal, ini tentu saja akan mendorong kelompok rentan miskin masuk ke kemiskinan. Jadi tidak ada faktor tunggal misal disebabkan rokok semata, jika seperti itu analisanya tidak lengkap dan jadi misleading," tegasnya.
Untuk itu, ketimbang menyalahkan salah satu pihak dimana ujungnya industri dirugikan, akan lebih baik pemerintah fokus menciptakan lapangan pekerjaan di sektor formal. Selama tidak ada ketersediaan lapangan kerja yang memadai, ya pasti akan berdampak ke meningkatnya angka kemiskinan.
Padahal, pemerintah disebut Enny juga selama ini menikmati setoran cukai dan pajak yang tinggi jika industri tembakau di Indonesia tumbuh.
Sebelumnya pada Senin (4/1) lalu, Kepala BPS Suryamin menyatakan terjadi kenaikan angka jumlah penduduk miskin dari September 2014 ke September 2015 sebanyak 780 ribu jiwa. Pada September 2014, jumlah penduduk miskin sebanyak 27,73 juta jiwa dan pada September 2015 meningkat menjadi 28,51 juta jiwa yang disimpulkan akibat konsumsi rokok yang tinggi di masyarakat.