Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera menghentikan perseteruan dan aksi saling menyalahkan terkait penetapan harga jual uap ke Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang 1,2 dan 3 di Garut, Jawa Barat.
"Ini PR (public relation) Pertamina sama PLN
geblek. Ngapain pakai keluarin rilis? Ini kan lagi koordinasi internal. Jadi nggak perlu jadi isu seperti ini dan harusnya nggak jadi isu publik," ujar Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik dan Pariwisata, Kementerian BUMN, Edwin Hidayat di kantor pusat PLN Jakarta, Kamis (7/1).
Sebelumnya, PLN dan Pertamina berseteru di tengah upaya renegoisasi harga jual uap untuk PLTP Kamojang 1,2 dan 3 untuk lim atahun ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak usah Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) selaku pemasok menawrkan harga uap US$9,5 sen per kWh. Namun, anak usaha PLN yakni PT Indonesia Power selaku pembeli menilai harga yang ditawarkan terlalu mahal karena tidak ekonomis untuk mendukung penyediaan tarif listrik bagi masyarakat.
Untuk itu, Edwin Hidayat akan mempertemukan kedua BUMN energi itu untuk menyelesaikan masalah ini sehingga tidak menimbulkan perdebatan di masyarakat.
"Kemarin saya sudah ngomong sama PGE, sudah ngomong sama Pak Sofyan Baasyir (Dirut PLN). Tapi ini masih dalam proses. Saya sudah lapor Bu Menteri BUMN juga mengenai ini. Ini lagi kita urus semuanya," tutur Edwin.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro bersikukuh bahwa penetapan harga baru uap dilakukan guna mendukung keberlanjutan pengembangan panas bumi di Indonesia yang dikembangkan Pertamina.
Saat ini, lanjut Wianda, PGE akan tetap memasok uap untuk PLTP Kamojang 1,2, dan 3 dengan mengacu pada harga kesepakatan interim di level US$6,2 sen per kWh.
"Apabila hingga 1 Februari 2016 PLN tidak memberikan sanggahan, maka Pertamina dapat menilai PLN menyetujui akan inisiatif tersebut dan Pertamina akan terus memasok uap untuk ketiga PLTP yang berkapasitas total 140 MW," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur PLN Nasri Sebayang mengakui bahwa harga uap sebesar US$6,2 sen per kWH itu merupakan harga interim alias sementara. Mengingat PLN dan Pertamina telah 25 tahun bermitra, Nasri meminta perusahaan migas pelat merah itu untuk mengkaji ulang penetapan harga jual uap yang dipatok US$9,5 sen per kWH.
"PLTP Kamojang kan lebih dari 25 tahun. Artinya menurut PLN biasa investasi yang sudah dikeluarkan selama ini sudah kembali. Kalau investasi sudah lama, sudah selesai investasinya. Terus biaya apa lagi kah yang ada di sana? Tentu tidak semua biaya investasi dibebankan ke sekarang dong," kata Nasri.
(ags/gen)