Menteri Rini Diminta Atasi Perseteruan PLN Vs Pertamina

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 07 Jan 2016 18:59 WIB
PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah berseteru terkait penetapan harga jual uap untuk PLTP Kamojang di Garut, Jawa Barat.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah berseteru terkait penetapan harga jual uap untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang 1,2 dan 3 di Garut, Jawa Barat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan perseteruan tersebut harus segera diselesaikan oleh PLN dan Pertamina di bawah koordinasi Menteri BUMN Rini Soemarno.

Dalam rapat bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri lainnya hari ini, Darmin mengatakan tidak ada keputusan harga yang diambil oleh pemerintah. Keputusan mengenai harga tersebut akan diambil dalam rapat internal antara PLN, Pertamina dan Kementerian BUMN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang dibicarakan supaya menteri BUMN diminta untuk duduk di antara Pertamina dan PLN untuk menyelesaikan masalah Kamojang, dan artinya dia (Rini) yang akan ambil kesepakatan dengan pimpinan rapatnya BUMN," ujar Darmin di kantornua, Kamis (7/1).

Darmin pun memastikan, meski terdapat perseteruan, rencana keberlanjutan pengembangan panas bumi di PLT Kamojang tetap berjalan.

"Prinsipnya ini adalah bukan urusan vendor dan pembeli. Ini urusan bermitra. Kalo bermitra harus sama-sama untung bisnisnya, biar langgeng," jelasnya.

Seperti diketahui, Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memasok uap bagi PLTP Kamojang unit 1,2 dan 3 yang dioperasikan anak usaha PLN yakni PT Indonesia Power dengan kapasitas 140 Megawatt (MW). Kerjasama dua badan usaha pelat merah ini sudah berlangsung sejak 30 tahun lalu dan berakhir di akhir 2015.

Namun, di tengah kerjasama tersebut, PLN menilai Pertamina telah menaikkan harga uap tanpa memperhitungkan biaya operasional yang dimiliki PLN untuk bisa menghasilkan listrik. Bahkan manajemen PLN menilai Pertamina telah mengambil keputusan yang aneh lantaran pemberlakuan tarif uap sebesar US$9,5 sen per kWh hanya berlaku untuk lima tahun ke depan.

Selaku pembeli uap, anak usaha PLN yakni Indonesia Power menilai bahwa harga US$9,5 sen per kWh atau jauh di atas estimasi perseroan dalam hal penyediaan tarif listrik di masyarakat. Di mana penetapan harga baru ini akan berlaku hingga 5 tahun ke depan. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER