Jakarta, CNN Indonesia -- PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam menyatakan bahwa harga 10,64 persen saham divestasi yang ditawarkan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar US$1,7 miliar terlalu mahal, dan menilai valuasi wajar maksimal berada di angka US$150 juta saja.
Berdasarkan materi presentasi direksi perseroan di DPR, yang diperoleh
CNNIndonesia.com, Antam selaku salah satu pimpinan konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor tambang menilai harga yang ditawarkan Freeport Indonesia terlampau mahal.
“Freeport menghargakan US$1,7 miliar untuk 10 persen PTFI, namun saat ini market cap (kapitalisasi pasar) Freeport McMoran sendiri hanya US$5,18 miliar. 10 persen dari Freeport McMoran sendiri hanya sebesar US$518 juta,” tulis manajemen Antam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manajemen menyatakan, dengan asumsi Freeport Indonesia berkontribusi 100 persen kepada Freeport McMoran pun, valuasi wajarnya hanya sekitar US$500 juta. Sementara kontribusi Freeport Indonesia terhadap induknya di AS tersebut diperkirakan hanya sekitar 30 persen.
Sehingga, dapat diasumsikan bahwa kontribusi Freeport Indonesia terhadap Freeport McMoran diperkirakan malah hanya mencapai US$150 juta saja.
“Pemerintah memiliki bargaining power yang kuat terhadap Freeport, karena pemerintah punya hak untuk tidak memperpanjang kontrak. Dapat dinegosiasikan agar valuasi adalah berdasarkan discounted cash flow berdasarkan cash flow PTFI sampai habis kontrak saja, yaitu sampai tahun 2021,” jelas manajemen.
Selain itu, manajemen Antam juga mencatat, pada sepanjang 2014 nilai ekuitas Freeport Indonesia mencapai US$5,7 miliar. Sementara, laba bersihnya sebesar US$500 juta pada 2014, dan US$784 juta sepanjang 2013.
Pihak Antam menghitung, apabila net profit 5 tahun ke depan sama dengan tahun 2014 (akumulasi net profit sebesar US$2,5 miliar) atau tahun 2013 (akumulasi net profit sebesar US$3,92 miliar, maka apabila akumulasi tersebut ditambah dengan total ekuitas tahun 2014 sebesar US$5 miliar menjadi kurang lebih US$7,5 miliar-US$9 miliar.
“Sehingga nilai total Freeport Indonesia sebesar US$17 miliar terlalu mahal,” jelasnya.
Lebih lanjut, manajemen Antam menyatakan perlu menjadi pertimbangan bahwa 5 tahun ke depan Freeport lebih banyak melakukan development (pengembangan), jadi profit dan produksi akan turun. Apalagi, lanjutnya, 4 tahun terakhir Freeport tidak membayar dividen dan ini bisa terjadi kembali selama 5 tahun ke depan.
“Mineral bukan milik penambang sebelum membayar kewajibannya. Jadi proyeksi nilai tidak bisa memasukkan nilai emasnya di luar ijin yang diberikan (tidak melebihi tahun 2021),” tulis manajemen.
“Bagaimana kalau pemerintah tidak melanjutkan izin perusahaan Grasberg ke Freeport? Saham pemerintah yang masih kecil bisa kalah dalam setiap kebijakan perusahaan,” imbuh manajemen.
Vice President Legal Freeport Indonesia Clementino Lamuri mengatakan, perusahaan memperhitungkan investasi tambang bawah tanah (underground mining) yang sudah digelontorkan sebelumnya, yakni senilai US$4,3 miliar. Ia menambahkan kalau nilai tersebut juga ditambah dengan investasi US$ 15 miliar hingga Kontrak Karya ketiga berakhir di tahun 2041.
"Jadi memang harga saham yang kami tawarkan itu mengasumsikan perpanjangan operasi setelah 2021," jelas Clementino di hadapan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (20/1).
Namun, perhitungan tersebut ditentang oleh Komisi VII DPR. Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian menilai kalau nilai saham yang ditawarkan Freeport terlalu tinggi jika melihat nilai saham Freeport McMoran di New York Stock Exchange (NYSE) yang hanya sebesar US$4,8 miliar atau US$ 3,95 per lembar per 19 Januari 2015.
"Market value-nya hanya segitu di bursa New York. Jangan dihargai lebih dari investasi yang ada, kami ingin hitungan yang realistis," jelas Ramson di lokasi yang sama.
(gir)