Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan pelaku industri nasional bisa menggunakan minimal 70 persen produksi baja dalam negeri yang nantinya banyak diserap untuk industri otomotif, minyak dan gas bumi, dan juga infrastruktur.
Direktur Jenderal Industri Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan beralasan kalau harga baja dalam negeri masih belum bisa bersaing dengan baja impor yang lebih murah.
"Indonesia masih belum bisa bersaing karena
cost masih tinggi, khususnya harga gas bumi di hulu baja. Selain itu biaya logistik industri baja nasional juga tinggi karena infrastruktur yang belum baik, jadi memang belum bisa penuhi seluruh kebutuhan nasional," jelas Putu melalui pesan singkat, Jumat (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, beberapa industri hilir membutuhkan baja dengan harga yang lebih murah demi mendukung biaya produksi yang juga lebih rendah. Kebutuhan itu jelasnya, hanya bisa dipenuhi oleh baja impor yang memang kapasitas dan skala ekonomisnya lebih besar dibanding Indonesia.
"Kendati demikian, meningkatnya kebutuhan akan baja adalah salah satu indikator pertumbuhan ekonomi negara besar. Tapi harusnya negara besar bisa menyediakan baja domestik lebih dari 50 persen. Indonesia sepertinya bisa, namun nampaknya tak sampai 100 persen," jelasnya.
Selain masalah efisiensi biaya di hulu baja, Indonesia juga belum mampu memproduksi beberapa jenis hilir baja, khususnya bagi kebutuhan industri otomotif. Namun bukan berarti Indonesia tidak punya upaya untuk mendorong diversifikasi jenis dan spesifikasi produk baja.
"Seperti contohnya PT Krakatau Posco, mereka kan akan meproduksi baja
hot rolled coil yang belum bisa kita produksi secara massal sebelumnya. Mereka kan bertekad untuk meningkatkan produksi sampai 6 juta ton di 2018 dan bisa mencapai 10 juta ton pada 2025," terangnya.
Selain
hot rolled coil, Putu mengatakan kalau perusahaan
joint venture antara PT Krakatau Steel dan Pohang Iron and Steel Company itu juga berkomitmen akan meningkatkan produk baja hulu seperti
slab dan
plate mill. Sehingga dengan adanya hal itu, ia yakin produksi baja nasional saat ini sebesar 40 persen dari kebutuhan sebesar 15 juta ton bisa meningkat menjadi 70 persen beberapa tahun mendatang.
"Kalau kita bisa penuhi angka segitu saja itu sudah bagus, sudah sangat signifikan. Artinya ketergantungan impor bisa berkurang," jelasnya.
Menurut data Kementerian Perdagangan sampai 2014 lalu, impor baja yang masuk ke Indonesia sebesar US$12,58 miliar. Angka tersebut menurun 0,19 persen apabila dibandingkan tahun sebelumnya dengan nilai impor US$12,6 miliar.
(gen)