Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia (PTFI) memastikan tidak akan segera menyetor dana jaminan pembangunan smelter sebesar US$ 530 juta sesuai keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar bisa melakukan perpanjangan eskpor konsentrat.
Vice President Legal PTFI, Clementino Lamuri mengatakan perusahaan akan terus melakukan negosiasi dengan pemerintah dalam waktu enam bulan ke depan untuk menyatakan persetujuan. Tak hanya itu, ia juga memberi sinyal akan adanya opsi lain selain pembayaran uang jaminan.
"Kami terus berdiskusi dengan intens selama enam bulan ke depan, tentu saja tentang operasi dan kelanjutan proyek smelter. Pokoknya enam bulan ke depan kami akan bicara dengan pemerintah," ujar Clementino ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa malam (9/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia sadar bahwa pembebanan uang jaminan tersebut dilakukan agar perusahaan segera merampungkan realisasi pembangunan smelter yang saat ini masih tersendat-sendat. Sampai sejauh ini, tambahnya, realisasi smelter di Gresik, Jawa Timur masih 14 persen dengan serapan belanja modal US$168 juta.
"Memang salah salah satu persyaratan yang diminta adalah menyerahkan uang jaminan itu, tapi
bottom line dari itu, yang dilihat pemerintah adalah kami segera merealisasikan investasi tersebut," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan penangguhan pembebanan dana tersebut dilakukan karena perusahaan mengaku tengah kesulitan arus kas (
cash flow). Kendati demikian, Kementerian ESDM tetap memberi rekomendasi ekspor karena perusahaan bersedia memenuhi syarat lainnya.
"Mereka menyampaikan, kalau membayar US$530 juta akan menggangu cash flow perusahaan. Lagipula ketentuan itu kan sebenarnya tidak tercantum di peraturan mana pun, itu kami lakukan agar perusahaan mau membangun smelter," jelas Bambang ditemui di lokasi yang sama.
Sayangnya, langkah tersebut tidak diamini oleh dewan legislatif. Anggota Komisi VII DPR RI fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih tidak percaya jika PTFI tidak memiliki kas sebesar US$530 juta mengingat operasi perusahaan di Indonesia yang terhitung berpuluh-puluh tahun dan kini akan mengakhiri kontrak karya kedua dengan jangka waktu 20 tahun.
"Padahal sudah berapa tahun mengeksploitasi tambang di Papua, tapi uangnya tidak ada. Kami perlu tahu ada apa ini? Kalau uangnya untuk menyejahterakan masyarakat Papua mungkin tidak ada masalah," tuturnya ditemui di lokasi yang sama.
Dengan kondisi demikian, ia juga meragukan kesungguhan PTFI dalam membangun smelter yang nilainya empat kali lipat dari nilai dana jaminan yang diamanatkan pemerintah.
"Kalau US$530 juta tidak bisa disediakan, bagaimana menggelontorkan US$2,3 miliar untuk bangun smelter?" tanya Eni.
Sebelumnya, dana senilai US$530 juta dan pembebanan bea keluar sebesar 5 persen adalah dua syarat yang harus dipenuhi oleh PTFI untuk bisa memperpanjang izin ekspor konsentrat selama enam bulan ke depan. Sejauh ini, PTFI baru menyetujui syarat bea keluar yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 153 tahun 2014.
(gir)