Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan membedakan ketentuan batas minimum kepemilikan saham publik (
free float) bagi perusahaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang melepas saham ke publik.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio menjelaskan perlakuan khususpenawaran saham perdana atau
initial public offering (IPO) diberikan kepada UKM karena mempertimbangkan sisi permodalan dan ukuran perusahaan yang relatif lebih kecil dibandingkan korporasi. Saat ini, tambahnya, BEI tengah menyiapkan peraturan yang memungkinkan hal itu bisa terjadi.
"Jika jasa perbankan punya klasifikasi, maka sama halnya dengan ini. Nanti klasifikasinya berbeda antara pelaku UKM dengan lainnya," jelas Tito di Jakarta, Kamis (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati UKM bisa memanfaatkan IPO untuk memperkuat permodalan, lanjutnya, ketentuan free float ini sangat penting gunba memberikan perlindungan kepada seluruh pemegang saham, khususnya bagi pemilik minoritas. Hal itu, tambahnya, sesuai dengan fungsi bursa efek yang berazaskan minority protection.
"Minority protection itu hal yang sangat mendasar dan berlaku untuk seluruhnya," jelasnya.
Namun, jelas Tito, ketentuan ini baru bisa berlaku jika ada konsensus bersama terkait definisi UKM. Menurutnya, sampai saat ini belum ada definisi UKM yang berlaku menyeluruh antara pelaku usaha dengan regulator pasar modal itu sendiri.
"Dilihat juga definisi UKM-nya, karena sebetulnya ingin listing di BEI dengan modal Rp 5 miliar juga bisa kok," jelas Tito.
Sebagai informasi, peraturan terkait pelepasan minimal 7,5 persen saham ke publik ini tercantum dalam Surat Keputusan Direksi PT BEI nomor Kep-00001/BEI/01-2014.
Selain menentukan jumlah persentase free float, BEI juga meminta emiten untuk melepas minimal 50 juta saham dari jumlah saham dalam modal disetor dan jumlah pemegang saham minimal berjumlah 300 pemegang saham yang memiliki rekening Efek di Anggota Bursa Efek.
Keringanan Biaya IPOSelain ketentuan free float, regulator pasar modal juga berjanji akan memberikan perlakuan khusus lain kepada UKM yang berminat melantai di bursa.
Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida mengatakan instansinya kini tengah menggodok peraturan terkait biaya administrasi IPO yang berbeda antara UKM dengan korporasi besar.
"Kalau IPO disamakan ya tidak bisa. Biaya akuntan dan penjamin emisi (
underwriter) ya tidak bisa disamakan dengan yang biasa. Bahkan saat ini ada beberapa UKM dapat pengecualian tidak boleh
disclosure di surat kabar," jelasnya di lokasi yang sama.
(ags/gen)