NIM akan Dibatasi, Bank Mandiri Usul Pangkas Risk Free Rate

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 22 Feb 2016 13:05 WIB
Manajemen Bank Mandiri menilai pemerintah juga perlu menurunkan suku bunga bebas risiko (risk-free rate) agar pasar keuangan Indonesia lebih kompetitif.
Foto: (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Mandiri Tbk. menilai langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait rencana efisiensi dan pembatasan margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) bagi perbankan perlu diikuti dengan beberapa kebijakan serta insentif tertentu.

“Industri perbankan melihat bahwa tujuan untuk ini kan supaya kita jadi kompetitif ke market. Saya sendiri merasa, secara bertahap memang bunga harusnya di Indonesia itu bisa turun. Cuma kan turunnya (NIM) harus dibikin sistematis kan,” tutur Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Menara Mandiri, Jakarta, Senin (22/2).

Selain memberikan insentif perbankan, lanjut Budi, pemerintah juga perlu menurunkan suku bunga bebas risiko (risk-free rate) agar pasar keuangan Indonesia lebih kompetitif, misalnya suku bunga Surat Utang Negara (SUN) bertempo 10 tahun. Risk-free rate, lanjut Budi, menggambarkan biaya dana (cost of fund) suatu negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Nah kalau (risk-free rate) itu turun nanti bank mesti mengikuti itu kan,” ujarnya.

Budi mengungkapkan, NIM mencakup keuntungan dan biaya kredit. Selama dua tahun terakhir, menurutnya biaya kredit bank tinggi karena banyaknya kredit macet. Oleh karenanya, bank yang bisa menurunkan NIM-nya adalah bank yang bisa mengelola risiko dan portofolionya dengan baik.

“Jadi bank-bank yang portofolionya bagus dan sehat itu nanti akan memiliki ruang keleluasaan lebih banyak untuk bisa menurunkan NIM-nya,” ujarnya.

Selain itu, otoritas moneter juga perlu menjaga likuditas agar tidak ada tekanan perebutan dana di pasar keuangan perbankan. Oleh karenanya, Budi memuji langkah Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) menjadi 7 persen dengan diikuti penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) primer dalam rupiah sebesar 1 persen menjadi 6,5 persen pada 18 Februari 2016 lalu.

“BI itu juga benar sekali. Kalau kita menurunkan bunga tapi enggak menjaga likuditas, berarti pressure untuk rebutan dana itu keluar lagi,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menyatakan tengah menggodok rumusan sejumlah peraturan dan insentif guna mengantisipasi aturan batas tingkat bunga deposito yang dinilai terlalu tinggi. Hal itu dilakukan agar perbankan mampu mencapai efisiensi dan target NIM sehingga bisa memiliki daya saing di tingkat regional.

“Jadi kami ingin margin perbankan nasional bisa comparable dengan negara Asean lain. Arahnya akan melihat apa yang ada di Thailand. Kalau Thailand margin 3-4 persen, kita dalam 1-2 tahun akan menuju margin ke arah sana,” kata Muliaman. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER