Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas fiskal Indonesia tengah mengkaji perubahan rezim sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi goods and service tax (GST).
Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan sistem tersebut tengah dikaji oleh Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Nanti kami lihat dulu positif dan negatifnya GST dibandingkan dengan PPN," ujar Bambang di Jakarta, Senin (29/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, PPN dikenakan pada setiap transaksi yang melibatkan transfer barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak di dalam wilayah negara tertentu.
Adapun PPN selama ini dihitung dengan tarif tunggal sebesar 10 persen tetapi hukum memungkinkan pemerintah untuk mengubah tingkat tarif dalam kisaran 5 persen sampai maksimal 15 persen.
Dengan sistem GST, maka pemerintah berpotensi memajaki banyak barang dan jasa yang sebelumnya tidak masuk dalam objek PPN. Dengan sistem ini, diharapkan dapat mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak.
"Yang bener pajak memang seperti itu, tidak ada pengecualian. Di beberapa negara sudah berlaku," kata Bambang.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Irawan, mengatakan perubahan sistem itu nantinya akan tertuang dalam revisi Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
"Dalam revisi UU PPN, pak Menteri ingin mengubahnya ke GST. PPN menekankan bagian nilai tambah di mana kami hanya bisa mengenakan pajak pada barang-barang yang memiliki nilai tambah,” kata Irawan ketika dikonfirmasi.
“Dengan GST, pajak bisa dikenakan pada barang. Singapura dan Malaysia telah lama mengadopsi ini, sementara hampir semua negara Eropa telah melakukan ini juga, " imbuhnya.
Sebagai gambaran, selama ini di bawah sistem PPN, produk pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya tidak yang tidak dikenakan PPN.
Namun, di bawah sistem GST nanti, semua item yang disebutkan di atas akan dikenakan pajak.
Sayangnya Irawan tidak menyebutkan berapa tingkat tarif yang akan digunakan dalam GST. Kendati demikian ia mengharapkan revisi UU PPN akan meningkatkan rasio pajak barang dan jasa negara terhadap besarnya Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebagai informasi, tahun lalu Indonesia berhasil mengumpulkan penerimaan pajak dari PPN sebesar Rp423,7 triliun.
(gir)