Kemenko Perekonomian Kritik Pungutan Tapera dan Target PNBP

CNN Indonesia
Senin, 07 Mar 2016 18:25 WIB
Kemenko Perekonomian menyayangkan terbitnya peraturan-peraturan yang diterbitkan namun menghambat ekspansi pelaku usaha lokal.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady. (CNN Indonesia/Galih Gumelar).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah terus berupaya memberikan kemudahan pelaku usaha dalam berinvestasi dan meningkatkan daya beli masyarakat melalui terbitnya paket deregulasi. Hingga kini, pemerintah telah menerbitkan sepuluh paket kebijakan ekonomi. Kendati demikian, upaya ‘menutup lubang’ permasalahan ekonomi nasional itu belum maksimal karena di saat bersamaan ada pihak yang kembali ‘menggali lubang’.

“Banyak sekali kegiatan-kegiatan lain yang membuat ‘lubang’ baru yang menggerus daya saing industri kita sendiri maupun membebani daya beli masyarakat,” tutur Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady saat ditemui dalam acara diskusi yang berteme "Tantangan Era Standarisasi dalam Mendorong Ekspor Industri Hasil Hutan" di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Senin (7/3).

Edy mencontohkan, pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibebankan kepada pelaku usaha dan masyarakat meningkat. Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016, target PNBP tahun ini mencapai Rp273,84 triliun atau naik dari 1,8 persen dari target tahun sebelumnya, Rp269,1 triliun. Padahal, menurut Edy, peningkatan penerimaan negara seharusnya didorong oleh penerimaan pajak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kalau kegiatan yang sifatnya tidak laboratorium, tidak menggunakan alat canggih, tidak menggunakan teknologi mahal, pelayanan publik itu gratislah,” ujarnya.

Selain itu, pelaku usaha juga wajib menanggung sebagian porsi simpanan Tabungan Perumahaan Rakyat (Tapera) pasca disahkannya Undang-undang Tapera oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu, baru-baru ini kebijakan plastik berbayar resmi diterapkan di ritel modern melalui terbitnya surat edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Kepala Daerah nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar.

Dalam beleid tersebut Pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sepakat memberlakukan penggunaan kantong plastik berbayar seharga Rp200 per lembar untuk mengurangi limbah plastik mulai 21 Februari 2016 lalu.

“Kalau yang benar itu memang benar tetapi momennya belum tentu baik. Misalnya, sekarang ini yang lagi diributin di sosial media, kalau belanja harus beli kantong Rp 200. Ini kan daya beli masyarakat yang terkena,” ujarnya.

Melihat kondisi demikian, Edy mengaku sangat prihatin. Bahkan, kebijakan pemerintah yang terkesan kontradiktif itu bisa membuat pelaku usaha lokal menjual usahanya kepada pihak asing.

“Jadi, memang ada investasi (asing) masuk tetapi tidak ada kegiatan industri tambahan,” ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER