Talangi Krisis Bank, LPS Wacanakan Penerbitan Surat Utang

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Jumat, 11 Mar 2016 13:13 WIB
Dalam Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) saat ini diprioritaskan prinsip bail in, karena sudah tidak boleh menggunakan APBN.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad (kiri) berbincang dengan Plt. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan (kanan) usai melakukan pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/9). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan terdapat wacana untuk menerbitkan surat utang (obligasi) guna mencari dana tambahan demi melakukan penyelamatan (resolusi) kegagalan bank sistemik.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan hal itu diwacanakan untuk mengantisipasi jika terdapat keadaan yang genting. Keadaan itu, lanjutnya, adalah situasi dimana jumlah dana LPS dinilai kurang mencukupi untuk melakukan talangan.

Ia menjelaskan, dalam Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) saat ini diprioritaskan prinsip bail in, karena sudah tidak boleh menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Fauzi menyatakan kewenangan itu di masih bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jika proses di OJK gagal, maka baru dilimpahkan ke LPS dan dilakukan resolusi berdasarkan dana yang dimiliki. Dana itu bersumber dari premi. Jika dana itu kurang, LPS bisa menerbitkan obligasi,” katanya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Jumat (11/3).

Fauzi menyatakan, mekanisme bail ini ada di bawah jurisdiksi peraturan OJK. Beberapa di antaranya seperti penambahan bantalan modal untuk bank sistemik dan convertible bond atau penerbitan surat utang yang bisa ditukar dengan saham bank tersebut.

“Sementara ini di bawah UU LPS, hanya bisa dilakukan dengan PMS (Penyertaan Modal Sementara) seperti kasus bank Century. Dengan UU baru nanti ada opsi lain. Opsi yang dipilih yang paling murah, melalui risk cost test,” katanya.

Adapun mengenai wacana penerbitan surat utang oleh LPS, ia mengaku hal ini masih harus dibahas lagi. Yang jelas, menurutnya ada beberapa tahap yang harus dilalui sesuai aturan administrasi penerbitan surat utang pada umumnya.

“Kalau misalnya LPS menerbitkan surat utang sendiri, harus di-rating dulu oleh lembaga pemeringkat. Hal itu bisa ditentukan berdasarkan rasio pengembalian utang LPS,” jelasnya.

Namun, ia menilai kondisi keuangan LPS saat ini masih positif. Fauzi menyatakan saat ini LPS tidak memiliki utang, karena mayoritas adalah modal. Atas dasar hal tersebut, ia yakin kemampuan pengembalian utang melalui penarikan premi tentu dianggap aman oleh invesor.

“Saat ini dana kelolaan kami sekitar Rp67 triliun. Masih mencukupi,” katanya.

Apalagi, lanjutnya, saat ini rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) industri perbankan Indonesia masih tinggi, di kisaran 20-21 persen. Karena itu, ia menilai opsi penerbitan surat utang itu masih jauh untuk direalisasikan.

Seperti diketahui, dalam rapat kerja antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), dan OJK, dengan Komisi XI DPR, Kamis (10/3), terdaoat usulan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) terkait penghapusan beberapa pasal dalam beleid RUU yang mengimplikasikan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membantu penanganan bank dalam menghadapi krisis keuangan.

Pasal yang dihapus di antaranya adalah pasal 39 yang mengatur soal pemberian jaminan dan pinjaman oleh pemerintah kepada LPS saat bank mengalami kesulitan likuiditas ketika kondisi krisis sistem keuangan.

Kemudian adalah terkait dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki LPS oleh Bank Indonesia (BI). Termasuk juga pembelian SBN yang diterbitkan pemerintah untuk kebutuhan pinjaman kepada LPS. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER