Tiga Syarat Kemenperin Agar Industri Manufaktur Tumbuh 7%

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 28 Mar 2016 13:59 WIB
Angka tersebut merupakan target optimistis, karena sebelumnya Kemenperin memperkirakan laju industri manufaktur hanya bisa mencapai 5,7-6,1 persen tahun ini.
Angka tersebut merupakan target optimistis, karena sebelumnya Kemenperin memperkirakan laju industri manufaktur hanya bisa mencapai 5,7-6,1 persen tahun ini. (Thinkstock/ndoeljindoel).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis industri manufaktur Indonesia bisa tumbuh 7 persen tahun ini jika masalah suku bunga tinggi, hambatan pasokan energi, serta keterbatasan infrastruktur pendukung bisa teratasi. Angka tersebut merupakan target optimistis, karena sebelumnya Kemenperin memperkirakan laju industri manufaktur hanya bisa mencapai 5,7-6,1 persen tahun ini.

Haris Munandar, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BIPI) Kemenperin menuturkan ada beberapa syarat yang harus segera diatasi guna mendongkrak kinerja industri manufaktur Indonesia. Syarat utamanya adalah memangkas suku bunga kredit agar pelaku industri dalam negeri bisa mendapatkan pendanaan murah.

Syarat berikutnya, kata Haris, menyangkut persoalan infrastruktur yang terbatas dan kerap menghambat gerak industri. Dia mengaitkan kelancaran arus importasi barang dan efisiensi waktu bongkar muat barang di pelabuhan (dwelling time) sebagai contoh perbaikan infrastruktur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terakhir, Haris menyoroti soal ketersediaan energi dengan harga murah, terutama pasokan gas untuk industri. Menurutnya harga gas yang tinggi menjadi hambatan bagi sektor manufaktur, khususnya industri keramik, untuk bisa bersaing dengan kompetitor dari negara-negara tetangga.

"Target optimistis kami adalah industri tumbuh 7 persen tahun ini, kalau semua persayaratan itu dipenuhi. Kalau tidak ya minimal sedikit di atas pertumbuhan ekonomi yang sekitar 5 persen," ujarnya kepada CNN Indonesia, Senin (28/3).

Haris menilai sektor manufaktur yang potensial untuk tumbuh pesat dan menjadi motor penggerak industri nasional antara lain industri makanan dan minuman, petrokimia, alat transportasi, dan farmasi.

"Sementara yang kelihatannya masih akan suffer (menderita) seperti industri TPT (tekstil dan produk tekstil). Itu tetap perlu dibantu," katanya.

Dalam rangka membantu industri-industri nasional yang kalah saing, Haris mengatakan BIPI akan memperluas penerapan standar Nasional Indonesia (SNI) untuk ke produk-produk impor yang sudah bisa diproduksi produsen lokal.

Selain itu, lanjutnya, Kemenperin tengah mendorong penerapan konsep industri hijau yang ramah lingkungan sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam KTT Perubahan Iklim (COP 21) di PAris, Perancis.

"Untuk itu sedang dikaji insentif apa yang bisa diberikan bagi pelaku industri hijau, apakah fiskal atau non fiskal," katanya.

Tahun lalu, Kemenperin tidak berhasil mencapai target pertumbuhan industri non migas yang ditetapkan sebesar 6 persen di awal tahun. Meskipun telah merevisi angkanya menjadi 5,7 persen, namun sampai penghujung 2015 laju industri non migas hanya mencapai 5,2 persen.

Beberapa faktor yang memengaruhi kinerja industri nasional tahun lalu berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Dari dalam negeri, kombinasi antara penyerapan anggaran belanja pemerintah yang rendah serta lesunya daya beli masyarakat turut menekan kinerja industri.

Sementara dari eksternal, anjloknya harga komoditas, ketidakpastian pasar uang global, serta perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia menjadi penyebabnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER