Pemerintah Didorong Bangun Klaster Khusus Perawatan Pesawat

CNN Indonesia
Minggu, 03 Apr 2016 01:09 WIB
Ini dimaksudkan agar tempat perawatan pesawat, pembuatan komponen, training center, pergudangan, dan suku cadang bisa terintegrasi di satu tempat.
Sejumlah pekerja menggarap perawatan mesin dan badan pesawat di Hanggar PT Batam Aero Technic milik maskapai Lion Air di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (22/9). (ANTARA FOTO/M N Kanwa)
Jakarta, CNN Indonesia --
Pelaku usaha perawatan pesawat atau Maintenance, Repairing, dan Operation (MRO) berharap pemerintah mau membangun kawasan industri aviasi terpadu (aviation park) agar maskapai penerbangan bisa melakukan perawatan lebih murah.

Ini dimaksudkan agar tempat perawatan pesawat, pembuatan komponen, training center, pergudangan, dan suku cadang bisa terintegrasi di satu tempat.

Ketua Umum Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA), Richard Budihardianto menginginkan kawasan tersebut diberikan berbagai kemudahan fiskal, meskipun sebelumnya pemerintah telah membebaskan bea masuk suku cadang pesawat melalui paket kebijakan ekonomi di akhir tahun lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penetapan Aviation Park ini kami harapkan ada keringanan dalam tax, seperti tax holiday untuk investor dan kemudahan investasi lainnya. Itu masukan dari kami kepada pemerintah, nanti biarkan pemerintah yang menentukan," ujar Richard di Jakarta, Jumat (1/4).

Lebih lanjut, pembebasan fiskal ini sangat penting karena pembebanan bea masuk dan pajak lainnya mengambil porsi 12 hingga 15 persen dari harga suku cadang impor. Jika hal itu diberlakukan, maka beban operasional perusahaan bisa lebih efisien.

"Tapi sebetulnya yang paling penting adalah masalah birokrasi dari impor suku cadangnya. Kalau birokrasi tidak membutuhkan waktu lama, maka itu pengaruh ke waktu perawatan yang lebih lama. Kalau perawatan lebih lama, maka cost akan semakin besar," ujarnya.

Lebih lanjut Richard berharap Aviation Park ini bisa dibangun di Bintan, Kepulauan Riau, karena dekat dengan Singapura.

Pasalnya, banyak sekali permintaan perawatan pesawat asal negara tersebut karena Singapura tengah kelebihan beban pekerjaan (overload) perawatan pesawat.
"Tapi kami nanti tidak akan menjadi operator kawasan tersebut. Yang kami inginkan adalah hanya menempati lahannya saja dan pemerintah yang mengelola kawasan tersebut," tambah Richard.

Kendati demikian, ia masih belum memiliki target terkait implementasi pembangunan kawasan ini. "Semuanya terserah pemerintah, tapi Pak Menteri Perindustrian mengatakan akan melihat kemungkinan itu," ujar mantan Direktur Utama PT GMF Aero Asia ini.

Sebagai informasi, saat ini Indonesia memiliki 70 perusahaan MRO yang memiliki omzet sebesar US$ 1 miliar per tahun. Angka ini ini mengambil porsi 1,65 persen dari nilai pasar MRO dunia dengan nilai US$65 miliar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER