Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan, setoran perpajakan ke kas negara yang dihimpun oleh Kementerian Keuangan kurang Rp1,25 triliun .
Hal itu terungkap berdasarkan hasil audit pengelolaan keuangan negara yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaaan Semester (IHSP) II 2015, yang disampaikan ke DPR, Selasa (12/4).
Dalam dokumen tersebut BPK menjelaskan, ada beberapa sumber kekurangan penerimaan perpajakan pada semester II 2015. Pertama, yang bersumber dari pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, pajak rokok dan denda administrasi perpajakan senilai Rp843,8 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekurangan penerimaan negara berikutnya bersumber dari setoran Pajak bumi dan Bangunan (PBB) sektor pertambangan minerba sebesar Rp308,2 miliar, dan sisanya akibat kekeliruan penghapusan sanksi administrasi pajak (
sunset policy) tahun 2008 sebesar Rp99,15 miliar.
Berdasarkan penelusuran BPK, ada beberapa penyebab kurangnya penerimaan perpajakan yang dihimpun Kemenkeu. Pertama, akibat pelekatan pita cukai pada barang kena cukai yang telah melewati masa berlakunya. Pengusaha barang kena cukai masih melekatkan pita cukai yang mempunyai Harga Jual Eceran (HJE) berbeda dan sudah tidak berlaku lagi.
Penyebab berikutnya, terjadi restitusi ganda untuk PPN yang nilainya sebanding dengan nilai cukai. Kekeliruannya adalah, restitusi PPN tersebut dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPN sekaligus diperhitungkan dalam pembayaran PPN pada saat pembayaran.
Sebab ketiga yang jadi temuan BPK adalah menyangkut pengajuan pemberitahuan mutasi barang kena cukai yang melewati tanggal 1 bulan ke-4 sejak batas waktu pelektan akibat perubahan HJE. Seharusnya, tegas BPK, untuk kasus ini tidak diberikan pengembalian (restitusi) cukai.
Lalu, terjadi kasus impor barang kena pajak yang justru tidak dikenakan PPN dan belum dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran.
Untuk kurang setor PBB, BPK menyebutkan terjadi kasus tidak bayar PPB pertambangan sekto minerba. Lalu, terjadi kurang penetapan PBB tubuh bumi karena selisih produksi batubara dan harga satuan yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM dengan perhitungan Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Menurut BPK, harga patokan yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB atau perhitungan PBB tahun 2011 dan 2012 tidak sesuai dengan harga patokan batu bara.
"BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan agar mendorong percepatan amendemen PSC (kontrak bagi hasil) terhadap KKKS yang menggunakan tax treaty untuk memberikan kepastian bagian negara dari pelaksanaan PSC," tulis BPK dalam IHPS II 2015.
Terkait
Sunset Policy, kekurangan penerimaan negara disebabkan oleh pelaporan SPT wajib pajak orang pribadi yang tidak sesuai dengan periode pelaksanaan subnset policy. Sementara untuk WP Badan ada yang baru mendaftarkan diri tahun2009 tetap mendapatkan penghapusan sanksi administrasi.
Terkait temuan ini, BPK meminta Kemenkeu untuk menignkatkan pengawasan dan pengendalian, serta peraturan internal yang dibutuhkan untuk. Selain itu, BPK meminta entitas terkait untuk menarik kekurangan penerimaan serta menyetorkannya ke kas negara.
Bidik Kementerian LainTidak hanya penerimaan Kementerian Keuangan, BPK juga menemukan kasus kurang setor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp3,68 miliar oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kasus tersebut terjadi karena kurang pungut PNBP atas jasa pemakaian listrik, pengadaan air, dan kebersihan di enam pelabuhan perikanan selama periode 2013 hingga semester I 2015.
Kejaksaan Agung juga tidak luput dari pantauan BPK, di mana denda tilang
verstek yang harusnya masuk ke kas negara sebesar Rp40 juta, justru masuk ke kantong pribadi petugas tilang.
"BPK merekomendasikan kepada Menteri/Jaksa Agung agar memerintahkan pejabat yang bertanggung jawab untuk segera melakukan penagihan dan menarik kekurangan penerimaan serta menyetorkan penerimaan yang telah diterima ke kas negara," tegas BPK.
(ags/gen)