Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai rencana pemerintah mengenakan cukai pada botol minuman plastik kurang tepat dilakukan saat ini. Pasalnya, meskipun besaran cukai tidak besar, kebijakan itu akan mengganggu psikologis dunia usaha, khususnya industri makanan dan minuman.
"Yang mesti dijaga adalah bagaimana iklim usaha kondusif dulu. Karena apa? selama 2015 kan memang sektor industri makanan dan minuman agak tertekan," tutur Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati usai menghadiri sebuah acara di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (12/4).
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, industri makanan dan minuman tahun lalu hanya tumbuh 7,54 persen dibandingkan tahun 2014 (pertumbuhan riil menggunakan basis tahun 2010). Angka itu melambat jika dibandingkan tahun 2014, di mana industri makanan dan minuman tumbuh 9,49 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, lanjut Enny, komponen makanan dan minuman olahan peranannya besar pada inflasi Indonesia. Tak hanya itu, industri ini juga menyerap tenaga kerja.
"Menurut saya dalam jangka pendek ini industri-industri strategis yang mempunyai pertumbuhan tinggi, yang mempunyai porsi terhadap tenaga kerja cukup signifikan, ini jangan diganggu dulu," ujarnya.
Pada dasarnya, Enny mendukung rencana ekstensifikasi sumber penerimaan negara. Kendati demikian, hal itu harus dilakukan dengan perencanaan dan pertimbangan yang matang.
Lebih lanjut, Enny menilai, alih alih melakukan ekstensifikasi objek cukai, pemerintah sebaiknya mendorong penerimaan pajak yang masih belum optimal. Kebijakan pengenaan cukai, menurut Enny, lebih untuk upaya pengendalian konsumsi.
"Kalau ekstensifikasi ini utamanya untuk penerimaan negara itu cari yang lain, jangan cukai, karena cukai itu lebih kepada fungsi pengendalian sebenarnya," ujarnya.
Sebagai informasi, tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp146,4triliun dalam APBN 2016. Hingga kuartal I 2016, realisasi setoran cukai baru mencapai Rp7,9 triliun atau 5,4 persen dari target.
(ags)