Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan memberikan sanksi kepada enam pemerintah daerah yang mengendapkan dananya di perbankan dalam jumlah tak wajar. Sanksinya adalah dengan tidak menyalurkan jatah Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk tunai, melainkan ditukar dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).
Terkait hal itu, pemerintah menerbitkan obligasi negara hasil konversi DAU senilai Rp359 miliar pada 12 April 2016, yang baru dicairkan tiga bulan kemudian.
“Sudah ada tiga provinsi dan tiga kabupaten yang diberikan SBN Konversi,” tutur Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo saat ditemui di Kantor Balai Kota Provinsi DKI Jakarta, Kamis (14/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu (DJPK), ketiga provinsi yang mendapatkan obligsi konversi DAU adalah Riau senilai Rp61,47 miliar, Jawa Barat senilai Rp103,92 miliar, dan Banten senilai Rp57,78 miliar. Sementara, tiga kabupaten yang juga mendapatkan sanksi yang sama adalah Kabupaten Tanah Laut dengan nilai SBN Rp44,84 Miliar, Kabupaten Berau senilai Rp45,26 miliar, dan Kabupaten Kutai Timur senilai Rp45,71 M.
Mardiasmo mengungkapkan konversi DAU tunai menjadi SBN dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pemerintah daerah yang tidak mampu menyusun program pembangunan dengan baik sehingga lebih memilih mengendapkan dana transfer daerah di bank.
Dia berharap setelah adanya konversi dana transfer ke daerah dalam bentuk non tunai pengelolaan APBD menjadi lebih sehat, efisien dan efektif.
“Kami menginginkan supaya itu ada wake up call, supaya ada punishment ‘Eh, kamu kalau seperti itu (banyak menaruh dana transfer ke daerah di bank), saya kasih terus (SBN Konversi). Kalau memang masih nekad, ya (kasih) SBN terus saja,” ujar mantan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat ini.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo menjelaskan penyaluran DAU bulan April 2016 dalam bentuk nontunai diberikan terhadap daerah-daerah yang mempunyai posisi kas tidak wajar.
Ketidakwajaran yang dimaksud adalah selisih positif posisi kas dana menganggur (idel) Februari setelah dikurangi dengan estimasi kebutuhan belanja operasional dan 30 persen belanja modal bulan April, Mei, dan Juni berada di atas rata-rata nasional.
“Penghitungan rata-rata nasional dilakukan berdasarkan rasio posisi kas tidak wajar terhadap DAU 12 bulan dengan ketentuan bahwa bagi daerah yang mempunyai rasio posisi kas tidak wajar terhadap DAU satu tahun di atas 100 persen maka kepada daerah tersebut dikonversi DAU nya ke dalam SBN sebesar 100 persen,” ujar Boediarso melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.
DJKN mencatat dana simpanan milik Pemda di bank per Februari 2016 mencapai Rp185,4 triliun, meningkat dibandingkan posisi Januari yang sebesar Rp180,7triliun. Dari total dana idle tersebut, sebesar Rp135,9 triliun atau 73,3 persen milik pemerintah kabupaten, sedangkan sisanya Rp49,5 triliun (26,6 persen) dana menganggur pemerintah provinsi.
Imbal Hasil ObligasiBoediarso mengungkapkan, tingkat imbal hasil (yield) SBN konversi DAU bertenor tiga bulan tersebut sebesar 50 persen dari tingkat suku bunga penempatan kas pemerintah pusat di Bank Indonesia. Adapun suku bunga penempatan dana pemerintah pusat di BI adalah sebesar 65 persen dari BI rate.
"Misal suku bunga BI rate adalah 6,75, persen maka simpanan pemerintah pusat di BI mendapat bunga 65 persen x 6,75 persen =4,387 persen," jelas Boediarso melalui pesan singkat.
Sementara untuk tingkat bunga, Boediarso mengatakan besaaranya 2,193 persen atau 50 persen dari bunga penempatan dana pemerintah di BI (4,387 persen).
(ags/gen)