Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina) Batara Sianturi menyambut baik rencana Bank Indonesia (BI) yang akan menambah variasi baru acuan (
benchmark) kebijakan moneternya. Batara mengatakan jika benar BI mengadopsi
rate reverse repo 7 hari sebagai acuan bunga pinjaman perbankan, maka akan mampu menyeret turun tingkat bunga pinjaman (
lending rate) yang disalurkan oleh bank.
"Saya rasa cukup positif kepada kebijakan moneter yang akan dilakukan BI. Karena
reverse repo satu minggu itu lebih realistis atau mendekati kenyataan untuk transaksi pasar," ujar Batara di Jakarta, Kamis (14/4).
Penggunaan
reverse repo sebagai acuan
lending rate dinilai mampu menunjukan kondisi realitas yang sesuai dengan kegiatan transaksi di pasar keuangan, hal ini menurutnya sudah banyak dilakukan banyak negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini jika menganut BI
rate, terdapat jenjang yang lebar antara batas suku bunga deposito dengan BI
rate. Ia mengambil contoh seperti saat ini dengan BI
rate yang bertengger di level 6,75 persen maka bunga deposito maksimum yang bisa diberikan oleh bank kategori BUKU III yakni 7,75 persen atau 100 basis poin (bps) dari BI
rate.
Apabila nantinya acuan
lending rate menggunakan
rate reverse repo 7 hari (5,75 persen) dan mengacu pada aturan
capping deposito Otoritas Jasa Keuangan (maksimum 100 bps), maka
lending rate yang bisa digunakan oleh perbankan bisa turun menjadi 6,75 persen.
"Sehingga kami menyambut positif dan apapun itu kami melihat juga apapun langkahnya tren nya itu supaya cap deposito itu makin lama makin rendah," ujar CEO Citibank Indonesia itu.
Perkuat Wealth ManagementBatara mengatakan akan terus mengikuti perkembangan rencana otoritas moneter tersebut, ia mengaku akan mengikuti imbauan dari pemerintah maupun pihak regulator secara bertahap. Salah satunya dengan melakukan pemangkasan suku bunga secara bertahap dan menerapkan batas atas suku bunga simpanan sesuai dengan arahan OJK.
Di samping mendongkrak pertumbuhan kinerja dan pertumbuhan kredit perbankan, penurunan bunga pinjaman dianggap mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen bisa tercapai.
Ia mengaku tidak khawatir, bunga deposito yang rendah akan menjadi sentimen negatif yang membuat nasabah beralih dari investasi deposito ke instrumen lainnya. Justru menurutnya, kesempatan ini dimanfaatkan untuk mengembangkan produk investasi lainnya (
wealth management) yang dimiliki oleh Citibank.
"Saya melihat ini bukan sebagai suatu ketakutan tapi sebagai suati diversifikasi, bahwa kita ingin di sektor perbankan, ritel maupun korporat, bahwa sekarang ada lebih banyak instrumen finansial dan membuat banyak opsi," jelasnya.
(gen)