Meski Ekonomi Membaik, BI Waspadai Kenaikan Bunga The Fed

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 25 Apr 2016 03:43 WIB
Bank sentral Amerika Serikat (AS) memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga acuannya sekitar 25 sampai 50 basis poin pada tahun ini.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo saat penandatanganan nota kesapahaman terkait Koordinasi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah. Jakarta, Jumat, 22 April 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank sentral Amerika Serikat (AS) dalam pertemuan musim semi IMF-Bank DUnia di Washington DC, pekan lalu,  memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga acuannya sekitar 25 sampai 50 basis poin pada tahun ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D. W. Martowardojo menilai kebijakan normalisasi moneter AS itu akan menambah sederet risiko perekonomian negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia, selain yang berasal dari perlambatan ekonomi global, kejatuhan harga komoditas dan minyak, serta ancaman deflasi dunia.

"Kita juga melihat ini adalah sesuatu yang perlu kita juga waspadai, karna kondisi dunia ini masih melihat bagaimana AS apakah akan ada peningkatan bunga di AS," ujar Agus di kantornya, Jumat (22/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karenanya, kata Agus, dalam pertemuan internasional tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral itu disepakati perlunya reformasi struktural menyeluruh seperti yang dilakukan oleh Indonesia. Menurutnya, dalam kondisi saat ini yang multikompleks, tidak cukup hanya dengan melakukan kebijakan moneter atau fiskal saja.   
 
"Kalau kita melihat bahwa di kuartal I dalam banyak hal, ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan. Karena kalau kita mengikuti, itu keliatan bagaimana Indonesia sudah mencapai pertumbuhan ekonomi terendah dan kemudian membaik ke 5 persen di kuartal IV, sehingga setahun ekononomi kita tumbuh 4,8 persen," jelasnya.

Sementara dari sisi kurs, Mantan Menteri Keuangan itu mengatakan pasca kenaikan suku bunga acuan The Fed pada Desember 2016 modal asing kembali masuk ke Indonesia dengan cukup deras. Di sisi lain, banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melepas valasnya sehingga memberikan tekanan positif terhadap penguatan kembali Rupiah sekitar 3-4 persen.

"Tapi kalau kita lihat di Indonesia, seminggu ini kan kondisinya risk on (positif), dalam arti kondisi yang baik di Indonesia. Ada kondisi di mana flight from quality, kita lihat rupiah ada penguatan," kata Agus.  

Membaiknya profil risiko dalam sepekan terakhir, jelas Agus, antara lain dipicu oleh pernyataan otoritas moneter AS yang memberikan sinyal belum tentu akan menaikkan bunga dengan cepat. Selain itu, sikap Irak yang sepertinya akan setuju membatasi kapasitas produksi minyak, serta terjadinya pemogokan pekerja kilang di Kuwait, itu semua telah membuat harga minyak kembali membaik. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER